Cari Blog Ini

Senin, 12 Maret 2012

MUHAMMAD DALAM PERJANJIAN BARU - PEMBAPTISAN YAHYA DAN JESUS HANYA SEJENIS TANDA KEAGAMAAN SIBGHATULLAH

BAB 15. PEMBAPTISAN YAHYA DAN JESUS HANYA SEJENIS TANDA KEAGAMAAN "SIBGHATULLAH"1)

 "Tanda (keagamaan) Allah (yang tak terhapuskan)! Siapakah yang lebih baik memberi tanda selain daripada Allah? Dan kepadaNyalah kita menyembah". 
Al Qur'an 2 : 138

Sangat disayangkan bahwa para Pengabar Injil tidak meninggalkan kepada kita ceritera yang lengkap dan rinci tentang khotbah Yahya Pembaptis; dan dengan asumsi mereka pernah melakukannya, bukanlah suatu jenis kejahatan bagi pihak gereja yang tidak menyimpan teksnya. Karena tidak mungkin membayangkan kalimat Yahya Pembaptis yang misterius dan mengandung teka-teki dalam bentuknya yang sekarang ini dapat difahami meskipun oleh yang paling terpelajar di antara para pendengarnya. Kita tahu bahwa doktor dan ahli hukum Yahudi minta kepadanya untuk menerangkan sendiri berbagai hal dan membuat pernyataan-pernyataannya lebih eksplisit dan terang (Yohanes i. 19-23 dan v. 33).
Tidak ada keraguan bahwa beliau menguraikan hal-hal yang vital kepada pendengarnya, dan tidak membiarkan mereka dalam ketidak jelasan; karena beliau adalah "sebuah lilin yang membakar dan mencerahkan" yang "memberikan kesaksian tentang kebenaran" (Yohanes v. 33, 35). Apakah kesaksian itu, dan apakah sifat dari kebenaran yang tentang itu diberikan kesaksiannya? Dan apa yang masih membuat tidak lebih jelas adalah kenyataan bahwa setiap Pengabar Injil itu tidak menceriterakan hal-hal yang sama dalam istilah yang identik. Tak ada ketepatan tentang sifat dari kebenaran itu; apakah itu tentang pribadi Kristus dan sifat misinya, atau apakah itu tentang Utusan Allah seperti diramalkan oleh Yakub (Genesis xlix.)? Apakah istilah-istilah yang tepat dari kesaksian Yahya tentang Jesus, dan tentang Nabi yang akan datang yang adalah orang yang lebih superior daripadanya?

Di dalam artikel ketiga dari serial ini 2) saya memberikan bukti-bukti yang banyak bahwa Nabi yang diramalkan oleh Pembaptis adalah orang lain yang bukan Jesus Kristus: and dalam artikel keempat 3) kita dapati beberapa argumen yang menguntungkan Utusan Allah sebagai Nabi yang lebih superior dan berkuasa daripada Yahya. Argumen-argumen itu dalam pendapat saya yang hina dan dalam keyakinan saya yang solid, adalah logis, benar dan konklusif. Masing-masing argumen itu dengan mudah dapat dikembangkan untuk menjadikannya buku yang berjilid-jilid banyak. Sepenuhnya saya menjadari kenyataan bahwa argumentasi ini akan memberikan suara keras yang mengganggu di telinga orang-orang Kristen yang fanatik. Namun kebenaran itu muncul sendiri dan memuliakan orang yang menyiarkannya. Kebenaran yang Yahya memberikan kesaksian, seperti dikutip di atas, dengan tidak ragu-ragu kami percaya bahwa itu mengenai Nabi Muhammad saw. Nabi Yahya memberi dua kesaksian, satu mengenai "Shliha d'Allaha" menurut dialek Palestina waktu itu, yang berarti "Utusan Allah" - dan yang lain tentang Jesus, yang beliau nyatakan sebagai telah dilahirkan dari Ruh Suci dan bukan dari ayah mahluk bumi; Al Masih yang sejati yang diutus Allah sebagai Nabi Yahudi terakhir untuk memberikan cahaya dan semangat baru terhadap Hukum Musa; dan telah diperintahkan Allah untuk mengajar orang-orang Yahudi bahwa keselamatan mereka terletak pada hal berserah diri kepada anak Ismail yang agung. Seperti halnya orang-orang Yahudi kuno yang melemparkan Kitab-Kitab Suci mereka, orang-orang Yahudi baru dari gereja Kristen, dengan meniru nenek moyang mereka, telah menodai Kitab-Kitab Suci mereka sendiri. Namun meski ada penodaan dalam Kitab-Kitab Injil, kebenaran itu tetap saja tidak dapat disembunyikan.

Hal utama yang membentuk kekuasaan dan superioritas pada Pangeran dari para Utusan Allah itu adalah pembaptisan dengan Ruh Suci dan dengan api. Pengakuan dari pengarang Injil Keempat bahwa Nabi Jesus dan para muridnya juga biasa membaptis dengan air bersamaan dengan Yahya Pembaptis adalah suatu pembatalan de facto atas catatan sekunder bahwa "Jesus tidak membaptis sendiri, tetapi hanya murid-muridnya" (Yohanes iii. 23 dan iv. 1-2). Tetapi kalaupun Jesus tidak membaptis sendiri, pengakuan bahwa para muridnya membaptis, sedangkan mereka masih sebagai pemula dan belum terpelajar, menunjukkan bahwa pembaptisan mereka itu sama sifatnya dengan apa yang dilakukan Yahya. Dengan mengingat kenyataan bahwa Jesus selama masa misinya di bumi mengusahakan ritual itu persis sama dengan yang dikerjakan oleh Pembaptis di aliran air atau di kolam, dan bahwa beliau memerintahkan pada muridna untuk meneruskan hal yang sama, hal itu telah menjadi bukti dan seterang seperti sebuah pintu gudang bahwa beliau bukanlah orang yang dimaksudkan oleh Penyeru di padang belantara (Pembaptis) pada saat beliau meramal kebangkitan seorang Nabi yang sangat berkuasa dengan pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Tidaklah diperlukan banyak belajar atau suatu inteligensi yang luar biasa untuk dapat mengerti kekuatan dari argumen itu, yaitu bahwa Jesus selama hidupnya tidak membaptis seorangpun dengan Ruh Suci dan api. Lalu bagaimana mungkin beliau dianggap sebagai Pembaptis dengan Ruh Suci dan api, atau diidentifikasikan sebagai Nabi yang diramalkan Yahya? Jika kalimat-kalimat, khotbah-khotbah dan ramalan-ramalan itu berarti sesuatu, dan diucapkan untuk mengajarkan apapun, maka kalimat dari Yahya Pembaptis itu berarti dan mengajar kita bahwa pembaptisan dengan air itu akan berlanjut terus dikerjakan sehingga Munculnya "Shilohah" atau Utusan Allah, lalu pembaptisan dengan air itu berhenti dan memberikan tempatnya kepada praktek pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Inilah kesimpulan logis dan jelas yang dapat dideduksikan dari khotbah seperti tertulis dalam pasal tiga dari Injil Pertama.

Perlanjutan pembaptisan secara Kristiani dan peningkatannya ke martabat sakramen adalah suatu bukti yang jelas bahwa gereja tidak percaya pada pembaptisan lain daripada pembaptisan dengan air. Logika, akal sehat, dan rasa hormat terhadap hukum yang sakral haruslah meyakinkan pembaca yang tidak berpihak, bahwa kedua pembaptisan itu adalah dua hal yang sangat berbeda. Nabi dari gurun pasir itu tidak mengenal pembaptisan dengan api dalam pembaptisan dengan air. Sifat dan efektivitas dari masing-masing pembaptisan itu disebut dan didefinisikan dengan jelas. Yang satu dikerjakan dengan mencelupkan atau mencuci tubuh itu dengan air sebagai isyarat dari pertobatan atas dosa; dan yang lain dilakukan tidak lagi dengan air tetapi dengan Ruh Suci dan api, dengan akibat suatu perubahan hati, iman dan perasaan yang cermat. Yang satu membersihkan tubuh fisik, yang lainnya mencerahkan jiwa, menebalkan iman, dan meregenerasikan hati.

Yang satu bersifat sisi luar, itulah Judaism atau agama Yahudi; yang lainnya bersifat sisi dalam, itulah Islam. Pembaptisan oleh Yahya dan Jesus mencuci pembungkusnya (the shell), tetapi pembaptisan oleh Utusan Allah membersihkan intinya (kernel). Secara singkat, pembaptisan ala Judeo Kristiani digantikan oleh "ghusl" dan "wudhu" yang Islami - atau pembersihan yang dikerjakan oleh orang yang beriman itu sendiri dan bukan oleh seorang nabi atau pendeta. Pembaptisan ala Judeo Kristiani perlu dan bersifat keharusan selama pembaptisan oleh Allah - "Sibghatullah" menurut Al Qur'an - masih diharapkan; dan ketika Nabi Muhammad saw menyerukan Wahyu Suci Al Qur'an, maka pembaptisan model terdahulu lenyap sebagai sebuah bayangan.

Arti penting yang luar biasa dari kedua pembaptisan itu patut mendapatkan pertimbangan yang sangat serius, dan saya yakin observasi yang dibuat dalam artikel ini haruslah sungguh-sungguh menarik minat baik pembaca Muslim dan juga pembaca lain. Karena, dari sudut pandang agama, masalah yang sedang dibicarakan ini sangat penting untuk keselamatan (salvation). Dengan jujur saya tetap mempertahankan pendapat, bahwa ummat dan agama Kristen tidak dapat dibenarkan untuk tetap meneruskan pembaptisan mereka dengan air ad infinitum (tanpa batas akhir), karena Injil mereka sendiri meramalkan bahwa pembaptisan dengan air itu akan dihapuskan oleh pembaptisan secara lain yang akan mengecualikan penggunaan air sekaligus. Saya mengajukan observasi berikut ini kepada para pembaca yang berpikir dan tidak memihak.

PEMBAPTISAN JENIS APA DAN APA YANG BUKAN PEMBAPTISAN

a. Merupakan hak kita untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu doktrin atau teori, akan tetapi tak ada alasan apapun untuk membenarkan kelakuan kita jika kita dengan sengaja merusak dan salah menggambarkan suatu doktrin untuk membuktikan teori kita sendiri mengenai hal itu. Merusak Kitab Suci adalah tidak bermoral dan kriminal; karena kesalahan yang disebabkan dalam hal itu tidak lagi dapat diperbaiki dan jahat. Nah, pembaptisan oleh Yahya dan Jesus di dalam Injil dideskripsikan dan digambarkan kepada kita dengan sederhana, dan sama sekali asing dan bertentangan dengan pembaptisan oleh gereja. Kita secara positif tidak yakin tentang asal usul kata dalam bahasa Ibrani atau Aramiah untuk kata dalam bahasa Yunani "baptism". Injil versi Pshittha memakai kata "ma'muditha" dari kata kerja "aimad" dan aa'mid" yang berarti: "tegak berdiri seperti sebuah tiang atau kolom" (a'muda=pillar atau column), dsb, akan tetapi kata itu tidak punya arti "membenamkan, mencelupkan, mencuci, menyiram, memandikan" seperti maksud pembaptisan eklesiastikal. Kata asli Ibrani "rahas" (memandikan), "tabhal" - baca: taval - (mencelupkan, membenamkan), mungkin memberikan arti seperti yang terkandung dalam kata "baptizo" - "saya baptiskan." Perjanjian Baru versi Arab telah memakai bentuk kata bahasa Aramiah, dan menyebut Pembaptis "al-Ma'midan," dan "ma'mudiyeh" untuk pembaptisan. Dalam semua bahasa Semit, termasuk Arab, kata kerja "a'mad" menunjukkan dalam bentuknya yang sederhana atau qal form "berdiri tegak bagai sebuah pilar," dan tidak menunjukkan arti mencuci atau mencelupkan; dan karena itu kata tersebut pasti bukan kata asli dari mana kata dalam bahasa Yunani "baptismos" sebagai terjemahannya. Tak ada perlunya berdebat bahwa Yahya dan Jesus tidak pernah mendengar kata "baptismos" dalam bahasa Yunani, namun bahwa dengan jelas ada nomenklatur lain dalam bahasa Semit yang dipergunakan oleh mereka. 

b. Dengan mempertimbangkan arti klasik kata "baptismos" yang bahasa Yunani itu yang berarti larutan obat dalam alkohol (tincture), "celup" (dye) dan "membenamkan atau memasukkan ke dalam air" (immersion), kata yang dipakai tidak dapat lain harus "Saba," dan bahasa Arab "Sabagha" "mencelup" (to dye). Hal itu merupakan kenyataan yang telah dikenal orang banyak bahwa orang Sabiin, yang disebut dalam Al Qur'an dan oleh Romo Kristen awal - seperti Epiphanus dan yang lainnya - adalah pengikut Yahya. Nama "Sabiin" menurut Ernest Renan yang terpandang (La vie de Jesu vi) berarti "Pembaptis." Mereka mempraktekkan pembaptisan, dan seperti orang Hassayi kuni (Essenians atau al Chassaites) dan Ibionayi (Ebionit) menjalani hidup yang keras. Mengingat kenyataan bahwa pendiri mereka, Budasp, adalah sebuah kisah bangsa Kaldea, ortografi yang sebenarnya dari nama mereka adalah"Saba'i," yaitu "Pencelup" (Dyers) atau "Pembaptis." Seorang ummat Kristen Katholik dari Kaldea atau Asiria yang bernama Mar Shimon, disebut "Bar Saba'i" "Anak Para Pencelup" (Son of Dyers). Mungkin keluarga dia termasuk orang yang beragama Sabiin. Al Qur'an menuliskan "Sabi'm" untuk nama itu dengan huruf hidup hamzah dan bukan 'ain seperti dalam kata aslinya dalam bahasa Aramiah "Saba'i." Tetapi saya merasa tergoda dengan interpretasi lain yang diletakkan pada nama "Sabian": beberapa pengarang mengira kata itu berasal dari "Sabi," anak Seth, dan yang lainnya mengira dari "Saba," sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti "tentara' (army), karena mereka biasa mempunyai semacam ketaatan kepada bintang-bintang sebagai tuan rumah di langit. Meskipun itu semua tidak memiliki kesamaan dengan gereja Kristen, kecuali "Sabi'utha" atau Pembaptisan mereka yang aneh, mereka dengan salah dijuluki "ummat Kristen Yahya Pembaptis." Al Qur'an seperti biasa menuliskan nama-nama asing seperti nama-nama itu diucapkan oleh orang Arab. Penelitian yang ekstensif dan mendalam dalam agama orang Sabiin, yang hampir melindas bangsa Arab jauh sebelum cahaya Islam disinarkan oleh kedatangan Nabi Allah yang suci, akan memberikan kepada kita beberapa kebenaran. Ada tiga jenis pembaptisan yang dilakukan oleh orang Yahudi, orang Sabiin, dan orang Kristen. Pembaptisan ala Yahudi yang tidak berasal dari dalam kitab suci mereka, terutama dilakukan untuk orang yang baru pindah agama. Setiap agama mempunyai formula penyucian tertentu dan sebuah upacara khusus. "Cohen" atau pendeta Yahudi membaptis orang yang masuk agama Yahudi dengan atas nama Allah; orang Sabiin dengan nama Allah dan Yahya; tetapi orang Kristen "Qushlsha" (dalam bahasa Arab "qassis" atau presbyter - orang yang terpandang seperti ketua suku, pinisepuh, dsb.) membaptis dengan atas nama Bapa, Anak dan Ruhul Kudus, yang di dalamnya nama Allah dan Jesus tidak secara langsung disebut. Perbedaan dan pertentangan antara tiga macam pembaptisan itu jelas. Orang Yahudi sebagai Unitarian sejati, tidak dapat memberikan toleransi nama Yahya dipersekutukan dengan Nama Elohim; sedangkan formula orang Kristen sangat menjijikkan sekali bagi selera keagamaannya. Tidak ada keraguan bahwa pembaptisan ala Kristen dengan karakter sakramen dan nuansa penyekutuan Tuhan, juga dibenci orang Sabiin. Simbol dari covenant (perjanjian) Allah dengan para penyembahNya bukan pembaptisan tetapi pengkhitanan (Genesis xviii.), sebuat lembaga kuno yang diperhatikan dengan seksama, bukan saja oleh ketiga agama, tetapi juga oleh banyak orang Arab penyembah berhala. Bentuk-bentuk pembaptisan dan ritualnya yang berbeda antara bangsa Semit di Timur itu bukan suatu lembaga sakral yang penting tetapi hanya merupakan simbol atau tanda, dan karena itu tidak cukup kuat dan manjur untuk saling menggantikan. Mereka semua memakai air sebagai bahan pembaptisan, dan, kurang lebih, dengan bentuk dan cara yang sama. Namun setiap agama memakai nama lain untuk membedakan kebiasaan mereka sendiri dengan apa yang dilakukan oleh yang dua lainnya. Kata asli dalam bahasa Aramiah "Sab'urtha" dengan pantas dan sebenarnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani "baptismos" - dengan setia dipertahankan oleh orang Sabiin. Tampaknya bahwa orang Semit Kristen, untuk membedakan pembaptisan mereka yang sakramental dari hal serupa yang dilakukan orang Sabiin, menggunakan sebutan "ma'muditha" yang dari segi linguistik tidak berkaitan dengan pembaptisan atau bahkan pencucian atau pencelupan. Mengapa "ma'muditha" dipakai untuk mengganti "Sab'utha" adalah sebuah persoalan sekaligus hal yang asing dalam subyek pembicaraan kita ini; tetapi en passant, saya bisa menambahkan bahw kata itu dalam Pshittha dipergunakan juga untuk sebuah kolam, sebuah bejana air untuk pembersihan (Yohanes v. 2). Satu-satunya keterangan yang bisa membawa kepada pemecahan masalah "ma'muditha" ini adalah kenyataan bahwa Yahya Pembaptis dan pengikutnya, termasuk Jesus anak Maryam dan muridnya, menyebabkan orang yang telah bertobat atau pemeluk baru agama berdiri tegak bagai pilar di dalam kolam air atau sungai agar dapat dimandikan dengan air, dari situlah nama "aa'mid" dan "ma'muditha." 

c. Pembaptisan ala Kristen, meskipun definisinya yang fanfaronade (bagai taring?), bukan apa-apa kecuali hanya sebuah kata-kata yang menjelek-jelekkan dengan air atau sebuah pencelupan ke dalamnya. Konsili Trent mengecam siapapun yang akan mengatakan bahwa pembaptisan ala Kristen adalah sama dengan pembaptisan oleh Yahya. Saya memberanikan diri untuk menyatakan bahwa pembaptisan ala Kristen bukan saja tidak memiliki karakter atau akibat spiritual, tetapi bahkan itu juga di bawah pembaptisan oleh Pembaptis. Dan jika saya patut mendapat celaan dari gereja karena keyakinan saya, maka saya akan memandangnya sebagai kehormatan besar di hadapan Pencipta saya. Saya beranggapan kepura-puraan pendeta Kristen tentang pembaptisan sebagai alat untuk pensucian jiwa dari dosa asal dan semua sisa upacara lain-lainnya sebagai satu batang dengan klaim seorang penyihir. Pembaptisan dengan air hanya sebuah tanda pembaptisan dengan Ruhul Kudus dan api, dan setelah berdirinya Islam sebagai Kerajaan Allah yang resmi kesemua tiga jenis pembaptisan terdahulu itu lenyap dan dihapuskan. Dari ceritera dalam Injil yang sedikit dan tidak cukup kita tidak bisa mendapat definisi yang positif mengenai sifat sesungguhnya dari pembaptisan yang dilaksanakan oleh Nabi Yahya dan Jesus. Klaim bahwa gereja adalah tempat Wahyu Suci disimpan dan penafsir yang sesungguhnya adalah sama tidak masuk akal seperti halnya menggelikan untuk mengklaim bahwa anak bayi atau orang dewasa yang dibaptis menerima Ruhul Kudus dan menjadi anak Tuhan.
 
d. Bila kata dalam bahasa Yunani "baptismos" adalah kata yang tepat untuk kata dalam bahasa Aramiah "Sab'utha" atau "Sbhu'tha," yang saya yakin memang benar begitu, maka kata "Shibghat" dalam bahasa Arab yang ada dalam Al Qur'an, bukan saja hal itu memecahkan masalah dan menyingkap selubung yang menyembunyikan ramalan Yahya Pembaptis yang misterius, tetapi juga suatu bukti yang indah bahwa Kitab Suci Islam adalah suatu arahan (direction) dari Wahyu Allah, dan bahwa NabiNya adalah benar dan orang yang sesungguhnya yang telah diramalkan oleh Yahya! Pembaptis ("Saba'a") memasukkan atau mencelupkan pemeluk baru agama atau seorang bayi ke dalam kolam air, sebagai seorang tukang celup atau seorang fuller memasukkan sepotong kain atau pakaian ke dalam ketel yang berisi bahan celupan. Dengan mudah dimengerti bahwa pembaptisan bukan suatu "thara", purifikasi atau penyucian, bukan suatu "tabhala," suatu pencelupan, atau bahkan bukan juga suatu "rahsa" sebuah pemandian atau penyucian, tetapi sebuah "sab'aitha," pencelupan warna, pemberian warna. Sangat penting sekali untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini. Persis seperti seorang "saba'a" seorang pencelup, memberi warna baru pada sepotong pakaian dengan mencelupkannya ke dalam ketel berisi zat pewarna, jadi seorang pembaptis memberikan warna spiritual baru kepada para pemeluk baru agama. Di sini kita harus membuat perbedaan yang mendasar antara seorang kafir (Gentile) yang berpindah agama dengan seorang Yahudi dan kaum Ismail Arab yang bertobat atas dosanya. Yang pertama itu secara resmi dikhitan, sedang yang belakangan hanya dibaptis saja. Melalui khitan seorang Gentile diterima masuk ke dalam keluarga Ibrahim, dan karenanya ke dalam kelompok orang-orang Tuhan. Dengan pembaptisan seorang beriman yang sudah dikhitan diterima ke dalam masyarakat orang-orang beriman yang sudah bertobat dan direformasikan. Khitan adalah lembaga kuno yang sakral yang tidak ditolak oleh Nabi Jesus atau Nabi Muhammad saw. Pembaptisan yang dilakukan oleh Yahya dan Kristus hanyalah untuk kebaikan orang-orang yang bertobat di antara yang sudah dikhitan. Kedua lembaga ini menunjukkan dan memberikan sebuah agama. Pembaptisan oleh Yahya dan Jesus sepupunya adalah suatu tanda diterimanya ke dalam masyarakat orang-orang yang bertobat yang sudah disucikan yang berikrar setia dan hormat kepada Utusan Allah yang kedatangannya diramalkan oleh keduanya. Karena itu kelanjutannya adalah bahwa persis seperti khitan itu merujuk pada agama Nabi Ibrahim, begitupun pembaptisan itu merujuk pada agama Yahya dan Jesus, yang sebagai persiapan bagi orang Yahudi dan para kafir untuk menyetujui penerimaan yang ramah terhadap Nabi Islam dan untuk memeluk agamanya.

e. Menurut kesaksian St Markus ( i. 1-8), pembaptisan oleh Yahya memiliki sifat "pengampunan dosa." Disebutkan bahwa "seluruh negeri Judea dan penduduk Jeruzalem pergi kepadanya dan semuanya dibaptis oleh beliau di sungai Jordan sementara mereka melakukan pengakuan dosa." Ini sama dengan mengatakan bahwa berjuta-juta orang Yahudi yang bertobat membuat pengakuan dosa mereka, dibaptis oleh Nabi, dan dosa mereka dihapuskan dengan air pembaptisan itu. Pada umumnya diakui bahwa Injil St Markus adalah yang tertua dari keempat Injil. Semua manuskrip Yunani kuno tidak berisi 12 ayat terakhir yang ditambahkan pada pasal xvi dari Injil ini (ayat 19-20). Bahkan dalam ayat-ayat tambahan ini formula: "atas nama Bapa, dan Anak serta Ruh Suci" tidak dituliskan di dalamnya. Jesus hanya berkata: "Pergilah dan dakwahkan Injilku keseluruh dunia; dia yang percaya dan dibaptis akan hidup, dan dia yang tidak percaya akan dikutuk." Jelas bahwa pembaptisan oleh Jesus adalah sama dengan yang dilakukan Yahya dan sebagai kelanjutan daripadanya. Jika pembaptisan oleh Yahya sebagai sarana yang mencukupi untuk pengampunan dosa, maka klaim bahwa "Domba Tuhan membawa pergi dosa-dosa dunia" (Yohanes i.) diledakkan (exploded = terlalu dibesarkan sehingga meledak). Bila air sungai Jordan cukup efektif untuk membersihkan lepra dari Naaman melalui do'a Nabi Elisha (2 Raja-Raja v.), dan untuk mengampuni dosa jutaan orang melalui pembaptisan oleh Nabi Yahya, darah tuhan akan berlebih-lebihan dan sesungguhnyalah tidak sesuai dengan Keadilan Suci. Tidaklah ada keraguan bahwa hingga datangnya Paul dalam adegan itu, para pengikut Jesus Kristus melakukan ritual pembaptisan Nabi Yahya Pembaptis. Berguna untuk mencatat bahwa Paul adalah seorang "Farisi" yang tergolong dalam sekte Yahudi yang terkenal - seperti sekte Saduki - yang Nabi Yahya dan Jesus menyatakannya sebagai "anak-anak ular." Juga harus diamati bahwa pengarang buku kelima dari Perjanjian Baru ini, yang disebut: "Kisah Para Apostel," adalah seorang teman Paul, dan berpura-pura menunjukkan bahwa mereka yang dibaptis oleh Yahya Pembaptis telah tidak menerima "Ruh Suci" dan karena itu dibaptis kembali dan diisi dengan "Ruh Suci" (Kisah Para Apostel viii. 16-17 dan xix. 2-7), tidak melalui pembaptisan atas nama Nabi Jesus, tetapi melalui "peletakan tangan" (the laying of hands). Jelas disebutkan di dalam kutipan-kutipan ini bahwa kedua pembaptisan itu identik dalam sifat dan efektivitas mereka, dan bahwa mereka tidak "membawa turun (masuk)' Ruh Suci atas orang yang dibaptis baik oleh Yahya, Jesus, atau atas nama salah satu dari keduanya. Dengan "meletakkan tangan-tangan mereka (para apostel)" atas orang yang dibaptis maka Ruh Suci itu menyentuh hatinya, mengisinya dengan iman dan cinta Tuhan. Namun anugerah yang suci ini hanya diberikan kepada para Utusan yang benar-benar Nabi, dan tidak dapat diaku oleh apa yang disebut sebagai para penggantinya. 

f. Kalau saja Injil itu berarti apapun dalam pernyataan mereka mengenai pembaptisan, mereka memberikan kesan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua pembaptisan itu, kecuali bahwa mereka diberikan atas nama salah satu dari kedua Nabi itu. Paul orang Farisi atau Saul dari Tarsus tak memiliki satu kata manispun untuk Yahya Pembaptis, yang telah mengecap orang Farisi dengan sebutan yang menghina "anak-anak ular." Ada nuansa keluh kesah terhadap Nabi Yahya dan terhadap nilai dari pembaptisannya dalam ucapan yang dibuat oleh Lukas dalam "Kisah Para Apostel." Dan Lukas adalah murid dan teman Paul. Pengakuan Lukas bahwa pembaptisan atas nama Jesus juga tidak dilakukan oleh Ruh Suci adalah sebuah bukti yang pasti terhadap gereja yang dengan sewenang-wenang dan tanpa alasan telah mengubahnya menjadi sebuah sakramen atau sebuah misteri. Pembaptisan oleh gereja adalah pengabadian dari pembaptisan Yahya dan tidak lebih daripada itu; tetapi pembaptisan dengan Ruh Suci dan dengan api disediakan hanya untuk Islam. Ungkapan bahwa kira-kira dua belas orang di Samaria "belum menerima Ruh Suci, karena mereka hanya dibaptis atas nama tuan kita Jesus" (Kisah Para Apostel vii. 16-17), adalah menentukan untuk menggagalkan kepura-puraan gereja. Tiga ayat yang terakhir dalam pasal yang dikutip itu diyakini oleh banyak orang sebagai sebuah interpretasi. Ayat-ayat itu tidak terdapat dalam MS tertua yang ada, yang tentu saja asal muasal dari semua versi Injil-Injil berikutnya, termasuk Vulgate. Sebuah dokumen adalah mutlak tidak bernilai sebagai catatan judisial yang serius jika satu bagian daripadanya terbukti sebuah pemalsuan. Namun di sini kita selangkah maju lebih jauh karena penambahan kepada teks asli tersebut diakui menjadi sedemikian rupa bahkan oleh mereka yang berbicara mengenai keasliannya. Tetapi biarlah kita mengambil ramalan itu sebagaimana adanya. Saya tidak perlu mengatakan bahwa ramalan itu berbicara tentang hal-hal yang dapat ditebak oleh logika biasa (common sense), dengan memperhatikan bahwa perisitwa-peristiwa yang diramalkan itu selalu terjadi dari waktu ke waktu dalam perjalanan alam. Epidemi dan perang, kelaparan dan gempa bumi telah menimpa dunia begitu sering yang penyebutannya dalam sebuah ramalan sebagai tanda keotentikannya akan merusakkan arti penting yang bisa saja ada pada ramalan itu. Tambahan lagi pengikut-pengikut pertama dari agama baru pastilah akan menjumpai penindasan, terutama jika mereka kebetulan dari status sosial yang rendah. Namun terlepas dari hal itu, ramalan itu berbicara dalam satu upaya dari beberapa hal, yang bisa atau tidak bisa terjadi bersamaan pada suatu waktu. Hal-hal itu belum pernah terjadi begitu. Penindasan atas para murid dimulai segera setelah kepergian Jesus dari Judea. Mereka itu "diserahkan ke sinagog dan penjara, dan dihadapkan pada raja-raja dan para penguasa" untuk kepentingan namanya. Tetapi ramalan tidaklah memerlukan jiwa profetik, karena penindasan telah dimulai bahkan ketika Nabi Jesus masih bersama para muridnya. Peristiwa-peristiwa itu adalah kelanjutan yang alamiah dari pengajaran yang tidak disukai oleh orang-orang Yahudi. Tidak diragukan para murid itu menerima setiap kesulitan dan cobaan yang dapat dipikirkan dengan kesabaran dan ketabahan, tetapi mereka yakin bahwa Tuannya akan datang kembali sesuai dengan janjinya: "Sebenarnyalah aku berbicara dengan kamu, bahwa generasi ini tidak akan lulus, sehingga semua hal-hal ini selesai." Keyakinan terhadap kalimat-kalimat ini yang menghasilkan kesabaran yang indah dalam generasi yang dirujuk itu. Namun kalimat-kalimatnya telah berlalu meskipun waktu tidak datang untuk "langit dan bumi melenyap." Lebih-lebih lagi hari-hari penindasan atas para murid itu tidak menyaksikan suatu fenomena yang luar biasa dalam bentuk gempa bumi, perang atau epidemi. Bahkan dalam kurun waktu berikutnya, empat peristiwa yang diramalkan itu tidak serempak (terjadi). Dalam kurun waktu empat puluh tahun terakhir dari dua abad terakhir kita dengar "mengenai perang dan kerusuhan."Bangsa" benar-benar "bangkit terhadap bangsa dan kerajaan terhadap kerajaan." Gempa bumi besar dialami dalam berbagai tempat dan kelaparan dan epidemi, namun tidak juga matahari menjadi gelap atau bulan gagal memberikan cahayanya, hal-hal mana harus terjadi sebelum "kedatangan Anak Manusia." Kalimat ini bisa saja diambil dalam pengertian metaforikal, namun dalam hal itu, mengapa kaum Advent harus mencari kedatangan kedua dalam pengertian literal? Lebih daripada itu, sebagian besar dari fenomena yang disebutkan itu telah terjadi pada waktu ketika mereka yang berdakwah dan mengajar atas nama Jesus untuk alasan politik tidak mungkin rasanya dibawa menghadap raja-raja dan penguasa untuk dihukum. Sebaliknya mereka telah mendapat akses bebas ke dalam tanah yang lama telah tertutup bagi mereka. Semua itu membuktikan bahwa ramalan itu adalah atau hanya sebuah ceritera rakyat atau sebuah legenda mengenai hal-hal yang diucapkan oleh Jesus tentang peristiwa yang berbeda. Salah satu di antara dua kemungkinan ini, apa beliau sendiri yang telah mempunyai pandangan kabur tentang peristiwa yang akan datang, atau pencatat-pencatat hikayat hidupnya yang menuliskannya dua abad kemudian sesudah kehadiran beliau, telah dengan sembrono mencampur adukkan hal-hal yang berlainan tentang masalah yang berbeda.

Catatan kaki
1. Al Qur'an 2 : 138 - terjemahan Darwish.
2. Vide Islamic Review, Maret - April 1930.
3. Ibid, Mei 1930

bersambung ...

Diambil dari :
"WHAT EVERY CHRISTIAN AND JEW SHOULD KNOW"
Oleh :
PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D.
Alih Bahasa Oleh :
H.W. Pienandoro SH

Sumber :
website milik HIRA AL KAHFI dengan alamat :
http://www.mosque.com/goodial.html

Versi CHM diambil dari situs :
http://www.pakdenono.com

Posting by Mohammad Nurdin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar