Cari Blog Ini

Selasa, 13 Maret 2012

MUHAMMAD DALAM PERJANJIAN BARU - NABI DARI ARABIA SEBAGAIMANA DIUTARAKAN DALAM INJIL

BAB 22. NABI DARI ARABIA SEBAGAIMANA DIUTARAKAN DALAM INJIL
"BEBAN ATAS ARABIA" YESAYA XXI. 13.


Masa pakar klasik yang gersang saat ini, bersamaan dengan kelangkaan pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa kuno yang meningkat, telah memenggal selera modern dalam usahanya untuk mengapresiasi usaha-usaha semacam itu pada saat saya bermaksud menuju ke arah situ. Halaman-halaman berikut telah menghasilkan beberapa serial artikel yang paling mampu dari Profesor Abdul Ahad Dawud, namun saya tak yakin bahwa banyak orang, termasuk mereka yang dari gereja-gereja Kristen, yang dapat mengikuti uraian yang begitu terpelajar dari Profesor yang sangat cerdas itu. Semakin lebih lagi saya kagum ketika beliau berusaha membawa para pembaca ke masalah bahasa yang telah mati dan habis setelah ribuan tahun yang lalu. Bagaimana dengan bahasa Aramiah, ketika sangat sedikit di antara para pendeta yang mampu untuk mengerti Vulgate dan Injil Perjanjian Baru versi Yunani yang orisinil? Lebih istimewa lagi ketika para peneliti kita itu hanya mendasarkan diri semata-mata pada etimologi Yunani dan Latin! Apapun nilai yang mungkin dari disertasi semacam itu di mata orang lain, kita saat ini mutlak tidak mampu untuk mengapresiasi disertasi itu dari sudut keterpelajaran; karena kegandaan arti (ambiguity) ramalan yang terkait dengan ucapan-ucapan profetik yang saya rujuk, membuatnya cukup elastis untuk menutupi setiap masalah.

"Yang terkecil" dalam ramalan Nabi Yahya (Yohanes) Pembaptis tidak mungkin anak Maryam, meski beliau dipandang dengan cara yang sedemikian menghina oleh suku bangsanya sendiri. Tukang Kayu yang suci itu berasal dari orang tua yang sederhana. Beliau diteriaki, diejek dan didiskreditkan; beliau diremehkan dan dibuat seperti "yang terkecil" dalam pandangan umum oleh para penulis dan kaum Farisi. Semangat yang berlebihan yang ditunjukkan oleh para pengikutnya dalam abad kedua dan ketiga Masehi, yang selalu cenderung untuk meloncat ke apapun dalam bentuk ramalan dalam Injil, dengan sendirinya akan membawa mereka untuk mempercayai bahwa Tuan (Lord) mereka itu adalah orang yang dirujuk oleh Yahya Pembaptis.

Namun masih ada kesulitan lain menghadang di jalan. Bagaimana seseorang bisa mengandalkan kesaksian dari sebuah buku yang diakui penuh dengan ceritera-ceritera rakyat ? Secara universil keaslian Injil telah dipertanyakan. Tanpa mempersoalkan keasliannya, paling tidak kita boleh berkata bahwa kita tidak dapat menggantungkan diri pada pernyataan-pernyataan Injil tentang Jesus serta keajaibannya. Beberapa orang bahkan telah melangkah begitu jauh untuk mengatakan bahwa eksistensinya sebagai pribadi sejarah patut dipertanyakan, dan bahwa atas kuasa Injil adalah akan sangat berbahaya dalam hal ini untuk sampai pada kesimpulan apapun yang tampaknya aman. Seorang Kristen dari tipe fundamentalis tidak dapat dengan baik mengatakan apapun menentang pernyataan saya dalam hal ini. Bila "kalimat-kalimat sesat" dan kata-kata yang telah tercemari dalam Perjanjian Lama dapat dipisahkan oleh para penulis sinoptik sebagai telah diucapkan oleh Jesus, maka komentar atau tafsir oleh para penulis yang memiliki kepakaran tentang artikel-artikel yang ilmiah dan menyerap banyak perhatian ini haruslah menjadi acuan setiap rasa hormat dan apresiasi bahkan dari para pendeta. Saya menulis dalam upaya yang sama, namun saya telah mencoba mendasarkan argumen saya pada bagian dari Injil yang hampir tidak memungkinkan adanya sengketa linguistik. Saya tidak akan pergi ke arah bahasa Latin, Yunani atau Aramiah karena hal itu akan tidak berfaedah: saya hanya sekedar memberikan kutipan-kutipan berikut sebagaimana terdapat dalam Versi yang sudah direvisi seperti yang diterbitkan oleh British and Foreign Bible Society.

Kita membaca kalimat-kalimat berikut dalam kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal xviii ayat 18: "Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya." Jikalau kalimat-kalimat ini tidak berlaku bagi Nabi Muhammad saw, maka kalimat-kalimat itu masih tetap tidak terpenuhi maksudnya. Nabi Jesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Nabi yang dimaksudkan oleh kalimat itu. Bahkan para muridnyapun memiliki pendapat yang sama: mereka masih mengharapkan kedatangan Jesus yang kedua kalinya untuk menggenapi ramalan itu. Sejauh ini tidaklah dipersengketakan bahwa kedatangan Jesus yang pertama bukanlah kebangkitan dari "nabi seperti engkau ini," dan kebangkitannya yang kedua kalinya tidak dapat sama sekali menggenapi kalimat ramalan itu. Jesus sebagaimana dipercayai oleh gerejanya, akan menampakkan diri sebagai hakim dan bukan sebagai pemberi hukum; tetapi nabi yang dijanjikan itu harus datang dengan "hukum yang berapi-api" di "tangan kanannya."

Namun dalam memastikan siapa pribadi nabi yang dijanjikan itu ramalan lain dari Nabi Musa sangat membantu di mana ramalan itu bicara tentang cahaya Tuhan dari Paran, gunung di Mekkah. Kalimat dalam kitab Ulangan pasal xxxiii ayat 2 berbunyi sbb: "Tuan (Lord) datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia tampak bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di tangan kanannya tampak kepada mereka api yang menyala."

Dalam kalimat-kalimat ini Tuan (Lord) telah dibandingkan dengan matahari. Dia datang dari Sinai, dia terbit dari Seir, tetapi dia bersinar dalam kemuliaannya yang penuh dari Paran, di mana dia harus muncul beserta puluhan ribu orang kudus dengan hukum yang berapi-api di tangan kanannya. Tidak seorangpun dari bangsa Israel, termasuk Jesus, yang memiliki hubungan apapun dengan Paran. Hagar dengan putranya Ishmail mengembara di padang belantara Birseba, yang kemudian menetap di padang belantara Paran (Kejadian xxi. 21.). Dia (Ishmail) telah menikahi seorang wanita Mesir, dan melalui anak pertamanya, Kedar, telah memberikan keturunan bangsa Arab yang dari sejak saat itu hingga kini adalah penduduk dari padang belantara Paran. Dan jika Nabi Muhammad saw yang diakui oleh semua penulis sebagai memiliki garis keturunan dari Nabi Ishmail melalui Kedar dan beliau muncul sebagai seorang nabi di padang belantara Paran dan memasuki Mekkah kembali dengan puluhan ribu orang-orang kudus serta memberikan hukum yang berapi-api kepada rakyatnya, tidakkah ramalan yang tersebut di atas itu telah tergenapi huruf demi huruf?!

Kalimat-kalimat ramalan dalam Habakkuk adalah terutama patut dicatat. Kemuliaannya (Orang Suci Dari Paran) meliputi langit dan bumi adalah penuh dengan pujian kepadanya. Ya kata "pujian" itu sangat berarti, karena justru nama Muhammad itu secara harfiah berarti "yang terpuji." Di samping itu bangsa Arab yang adalah penduduk padang belantara Paran juga telah diberi janji untuk suatu Wahyu: "Biarlah padang belantara dan kota-kota di situ mengangkat suaranya, desa-desa yang adalah tempat tinggal sebenarnya dari Kedar; biarlah penduduk dari batu-batu karang bernyanyi, biarlah mereka berteriak dari puncak gunung. Biarlah mereka memuliakan Tuhan (Lord), dan mengucapkan pujianNya di pulau. Tuhan (Lord) akan tampil sebagai seorang laki-laki yang perkasa, dia akan membangkitkan kecemburuan seperti seorang pahlawan perang, dia akan berteriak, ya, mengaum; dia akan mengendalikan musuhnya." (Yesaya)

Catatan Penterjemah: Dalam Al Kitab (bahasa Indonesia) kata Lord hampir selalu diterjemahkan sebagai Tuhan. Menurut hemat penterjemah tidak semuanya bisa begitu tetapi harus melihat dalam konteks apa kata itu dipergunakan, namun inipun merupakan kesukaran tersediri bagi penterjemah.

Sehubungan dengan hal itu ada dua ramalan lagi yang berharga untuk dicatat di mana telah dibuat rujukan ke Kedar. Sebuah ada di pasal 1x. Yesaya: "Bangkitlah, bersinarlah karena cahayamu telah datang, dan kemuliaan Tuhan telah dibangkitkan terhadapmu...... Unta yang banyak akan mendukungmu, unta-unta muda dari Midian dan Ephah; semua mereka dari Sheba akan datang... Seluruh kelompok kambing domba dari Kedar akan dikumpulkan mendukungmu, kambing jantan dari Nebaioth akan mengabdi padamu: mereka akan tampil dengan persembahan (korban) yang diterima di altarku, dan aku akan memuliakan rumah muliaku." (1-7) Ramalan yang lain juga ada dalam Yesaya "Beban bagi Arabia. Kamu akan tinggal di padang belantara Arabia, wahai para pengembara (kafilah-kafilah) dari Dedanim. Penduduk tanah Tema membawa air bagi dia yang haus, mereka tidak memberikan roti kepada dia yang melarikan diri. Karena mereka melarikan diri dari pedang dan dari busur panah yang telah terpentang, dan dari kepedihan perang. Begitulah Tuhan telah berfirman kepadaku, Dalam waktu setahun, menurut masa kerja orang sewaan, dan seluruh kemuliaan Kedar akan sia-sia: Dan sisa-sisa sejumlah para pemanah, orang-orang perkasa dari Kedar, akan dimusnahkan." Bacalah ramalan-ramalan Yesaya ini dalam kaitannya dengan sebuah ramalan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy) yang berbicara tentang cahaya Tuhan yang datang dari Paran. Jika Ishmail bertempat tinggal di belantara Paran, di mana dia memberikan keturunan Kedar yang adalah nenek moyang orang Arab; dan jika keturunan Kedar harus menerima wahyu dari Tuhan; jika kelompok dari Kedar harus tampil dengan persembahan yang diterima di altar Yang Maha Suci untuk memuliakan "Rumah Kemuliaan" di mana kegelapan harus meliputi bumi untuk beberapa abad, dan kemudian bumi yang sama itu harus menerima cahaya Tuhan; dan jika seluruh kemuliaan Kedar harus menjadi sia-sia, dan sejumlah pemanah, orang-orang perkasa dari Kedar harus binasa dalam waktu setahun setelah seseorang yang melarikan diri dari pedang dan dari busur panah yang terpentang - maka Orang Suci dari Paran itu (Habakkuk iii.3) tidak bisa lain kecuali dialah Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw adalah keturunan suci dari Nabi Ishmail melalui Kedar, yang bertempat tinggal di belantara Paran. Muhammad saw adalah satu-satunya Nabi melalui siapa orang Arab menerima wahyu pada saat ketika kegelapan telah menutupi bumi. Melalui beliau Tuhan bersinar dari Paran, dan Mekkah adalah satu-satunya tempat di mana Rumah Tuhan dimuliakan dan kelompok orang-orang Kedar datang dengan persembahan yang diterima ke altarnya. Nabi Muhammad saw ditindas oleh orang-orangnya sendiri dan harus meninggalkan Mekkah. Beliau dahaga dan melarikan diri dari pedang yang telah terhunus serta busur panah yang terpentang, dan dalam waktu setahun sesudah pelariannya keturunan Kedar itu bertemu dengan beliau di (perang) Badr, tempat dari perang pertama antara orang-orang Mekkah dan Nabi, keturunan Kedar dan sejumlah pemanah hancur lebur dan seluruh kejayaan Kedar sia-sia. Jika Nabi Suci ini tidak diterima sebagai pemenuhan atau penggenapan atas semua ramalan itu, maka ramalan itu semua tetap tinggal tidak terpenuhi. "Rumah Kemuliaan" seperti dirujuk dalam Yesaya IX adalah Rumah Tuhan yang ada di Mekkah dan bukan gereja Kristen seperti dipikirkan oleh para ahli tafsir Kristen. Kelompok Kedar seperti tersebut dalam ayat 7, tidak pernah datang ke gereja Kristen; dan pada kenyataannya desa-desa di Kedar dan penduduknya adalah satu-satunya bangsa di seluruh dunia yang tetap tidak dimasuki pengaruh gereja Kristen yang manapun. Sekali lagi, penyebutan 10.000 orang kudus dalam Kitab Ulangan xxx.3 adalah sangat mempunyai arti. DIA (Tuhan) bersinar dari Paran, dan DIA datang dengan 10.000 orang kudus. Bacalah seluruh sejarah belantara Paran dan anda akan menemukan tidak satupun peristiwa lainnya kecuali ketika Mekkah ditaklukkan oleh Nabi Muhammad saw. Dia datang dengan 10.000 orang pengikutnya dari Medina dan memasuki kembali "rumah kemuliaanku." Dia memberikan hukum yang keras kepada dunia, yang menghancur leburkan semua hukum lainnya. Penghibur (Comforter) - Ruh Kebenaran - yang diucapkan oleh Nabi Jesus tidak lain kecuali Nabi Muhammad saw sendiri. Tidak bisa Ruh Kebenaran itu dianggap sebagai Ruh Kudus seperti dikatakan oleh teologi gereja. "Patutlah bagimu bahwa aku harus pergi," kata Jesus, "karena bila aku tidak pergi maka Penghibur (Comforter) itu tidak akan datang kepadamu, tetapi bila aku pergi maka aku akan memintanya datang kepadamu." Kalimat ini jelas menunjukkan bahwa Penghibur harus datang sesudah Jesus pergi, dan bukannya bersama Jesus ketika beliau mengatakan kalimat itu. Haruskah kita menduga bahwa Jesus tanpa Ruh Kudus itu jika kedatangannya adalah mensyaratkan kepergian Jesus; tambahan lagi, cara dengan mana Jesus menggambarkannya membuat beliau (Jesus) membuktikan bahwa Jesus adalah manusia, bukan ruh (ghost). "Beliau tidak akan berbicara tentang dirinya sendiri, tetapi apapun yang akan beliau dengar beliau akan mengatakannya." Haruskah kita menduga bahwa Ruh Kudus dan Tuhan itu dua pribadi yang berbeda dan bahwa Ruh Kudus itu berbicara tentang dirinya sendiri dan juga apa yang didengarnya dari Tuhan? Kalimat Jesus jelas merujuk kepada utusan tertentu Tuhan. Beliau menyebutnya Ruh Kebenaran, dan begitulah Al Qur'an berbicara tentang Nabi Muhammad saw,
"Tidak, sebenarnyalah, dia membawa kebenaran, dan membenarkan Rasul-Rasul (sebelumnya)." Q. 37 : 37
bersambung ...

Diambil dari :
"WHAT EVERY CHRISTIAN AND JEW SHOULD KNOW"
Oleh :
PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D.
Alih Bahasa Oleh :
H.W. Pienandoro SH

Sumber :
website milik HIRA AL KAHFI dengan alamat :
http://www.mosque.com/goodial.html

Versi CHM diambil dari situs :
http://www.pakdenono.com

Posting by Mohammad Nurdin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar