Cari Blog Ini

Senin, 21 November 2011

12 Manfaat Membaca Cerita


Siapa di antara kita yang masih bisa mendongeng. Mungkin sangat langka yang bisa. Berbeda dengan generasi sebelumnya mungkin yang bisa mendongeng lebih banyak lagi. Banyak manfaat mendongeng tapi bagi kita yang tidak bisa mendongeng bisa dengan cara lain yaitu membacakan buku cerita. Hampir sama memang tapi dengan membacakan buku cerita kita jadi lebih mudah dan cerita lebih terarah dan runut (teratur). Berikut ini beberapa manfaat membacakan cerita untuk anak :
1. Kemampuan anak dalam berbahasa meningkat,
2. Kemampuan anak dalam mendengarkan meningkat,
3. Kemapuan komunikasi verbal meningkat,
4. Kemampuan konseptual meningkat,
5. Kemampuan memecahkan permasalahan meningkat,
6. Daya imajinasi dan kreatifitas bertambah,
7. EQ atau kecerdasan emosi naik,
8. Nilai-nilai moral bertambah,
9. Wawasan bertambah,
10. Pengetahuan ragam budaya bertambah,
11. Mendapatkan relaksasi jiwa dan raga, dan
12. Keakraban emosi antara orang tua dan anak meningkat.

Posting by Mohammad Nurdin

Sabtu, 19 November 2011

Biografi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani

Beliau adalah seorang 'ulama besar. Dulu hingga sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung nyanjungnya dan mencintainya. Itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah n, maka hal ini merupakan kekeliruan. Karena Rasulullah n adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun.

Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka. Berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meningal sebagai perantara, maka tidak ada syari'atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'amerupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo'a kepada selain Allah,

"Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya. Di samping ( menyembah ) Allah." ( QS. Al-Jin : 18 )

Sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para 'ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari'ah.

Akhirnya mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.

Wallahu a'lam bishshawab.

Lalu Siapakah Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani?, Berikut tulisan yang sempat saya download tanya jawab dalam milis :  assunnah@yahoogroups.com

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang 'alim di Baghdad. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Imam Ibnu Rajab menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir Al Jailani lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga dengan Kailan. Sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy. Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi'ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj. Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama' seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama'. Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah itu tidak kuat menampungnya. Maka, diadakan perluasan. Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama' terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab figh terkenal Al Mughni.

Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir,beliau menjawab, " kami empat berjumpa dengan beliau di akhir masakehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatianterhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untukmenyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalatfardhu." Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulansembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh AbdulQadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. 1) Beliau adalah seorang'alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenalbanyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yangmembuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupakisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, "thariqah" yang berbedadengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Diantara perkataanImam Ibnu Rajab ialah, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yangdiagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syeikh, baik 'ulama danpara ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi adaseorang yang bernama Al Muqri' Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri ( orangMesir ) 2)  mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh AbdulQadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkarayang aneh dan besar ( ebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jikadia menceritakan yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini,tetapi hatiku tidak tentram untuk beregang dengannya, sehingga akumeriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telahmansyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisiriwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkarayang jauh ( dari agama dan akal ), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan danperkataan yang batil tidak berbatas.3)  semua itu tidak pantas dinisbatkankepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah. Kemudian aku dapatkanbahwa Al Kamal Ja'far Al Adfwi4)  telah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufisendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitabini."5)   Imam Ibnu Rajab juga berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailanirahimahullah memiliki pendapat memiliki pendapat yang bagus dalam masalahtauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengansunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yangterkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnyamengumpulkan perkara-perkara yang berkaitan dengan nasehat darimajelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, iaberpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras terhadap orang-orangyang menyelisihi sunnah ." Syeikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalamkitabnya, Al Ghunyah, " Dia ( Allah ) di arah atas, berada diatas 'arsyNya,meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu." Kemudianbeliau menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist, lalu berkata " Sepantasnyamenetapkan sifat istiwa' ( Allah berada diatas 'arsyNya ) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain ). Dan hal itu merupakan istiwa' dzat Allahdiatas arsys."6) Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir AlJailani, " Wahai tuanku, apakah Allah memiliki wali ( kekasih ) yang tidakberada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?" Maka beliau menjawab, "Tidak pernah ada dan tidak akan ada."7)

Perkataan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan olehSyeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itumenunjukkan kelurusan aqidahnya dan penghormatan beliau terhadap manhajSalaf.

Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kotaJailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhabini pada masa hidup beliau."

Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalamSiyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,"Lebihdari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratusribu orang telah bertaubat."

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatanSyeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akanbekiau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapatkritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan  atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagianperkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau."( Siyar XX/451 ).

Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikhyang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain SyeikhAbdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidakbenar bahkan ada yang mustahil terjadi ".

Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidah beliau  ( Syeikh Abdul Qadir AlJailani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah.8)  Maka aku mengetahuidia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat
Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantahkelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dankelompok lainnya dengan manhaj Salaf."9)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang 'alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a'lam
bishshawwab.

Catatan kaki :
1)     Siyar A'lamin Nubala XX/442
2)     Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir Al Lakh-mi Asy
Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh
berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani.
3)     Seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati,
dan sebagainya.
4)     Nama lengkapnya ialah Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin
Muthahhar bin Naufal Al Adfawi. Seoarang 'ulama bermadzhab Syafi'i.
Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di
Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitan Ad Durarul
Kaminah, biografi nomor 1452.
5)     Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal.
509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar,
Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.
6)     At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515.
7)     At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 516.
8)     Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94.
9) At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul
Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah
1415 H / 8 April 1995 M.


Referensi : Dr.Said bin Musfir al-Qahtani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Penerbit Darul Falah,sl,sn

Sumber : Majalah Assunnah Edisi 07/Tahun VI/1423H/2002M

Posting by Mohammad Nurdin

BIOGRAFI PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D.

 Abdu'l-Ahad Dawud adalah sebelumnya seorang pendeta yang bernama David Abdu Benjamin Keldani, B.D. seorang pendeta Katholik Roma di sekte Uniate Chaldea (Unitarian). Beliau dilahirkan pada tahun 1867 di Urmia, Persia; mendapatkan pendidikannya sejak kecil di kota itu. Dari tahun 1886-1889 beliau ada dalam jajaran staf pengajar dari Misi Archbishop Canterbury pada ummat Kristen Asiria (Nestorian) di Urmia. Pada tahun 1892 beliau dikirim oleh Kardinal Vaughan ke Roma, di mana beliau mengikuti kursus studi falsafah dan teologi di Propaganda Fide College, dan pada tahun 1895 diangkat jadi pendeta. Pada tahun 1892 Profesor Dawud telah menulis sejumlah artikel untuk tabloid "Assyria, Rome dan Canterbury"; dan menurut Irish Record juga di tabloid "Authenticity of the Pentateuch." Beliau memiliki beberapa terjemahan tentang Ave Maria dalam beberapa bahasa, menerbitkannya dalam majalah bergambar Catholic Missions. Ketika ada di Konstantinopel dalam perjalanannya ke Persia dalam tahun 1895, beliau menulis sejumlah artikel yang panjang dalam bahasa Inggris dan Perancis tentang "Gereja-Gereja Timur" untuk sebuah harian, yang diterbitkan di harian yang bernama The Levant Herald. Pada tahun 1895 beliau bergabung dengan Misi Lazarist dari Perancis di Urmia, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Misi itu menerbitkan sebuah majalah berbahasa Syria asli yang disebut Qala-La-Shara, yaitu "Suara Kebenaran". Pada tahun 1897 beliau diutus bersama oleh dua orang Archbishops Urmia dan Salmas untuk mewakili ummat Katholik Timur pada Eucharistic Congress yang diadakan di Paray-le-Monial di Perancis di bawah pimpinan Kardinal Perraud. Tentu saja ini adalah undangan resmi. Makalah yang dibaca oleh Romo Benjamin dalam Kongres itu diterbitkan dalam jurnal dari Kongres Eukaristik yang disebut "Le Pellerin" dalam tahun itu. Dalam makalah itu Chaldean Arch Priest (sebutan resmi beliau) menyesali sistim pendidikan Katholik di antara ummat Nestorian.

Pada tahun 1888 Romo Benjamin kembali lagi ke Persia. Di desa asalnya, Digala, kira-kira satu mil dari kota, beliau membuka sebuah sekolah. Di tahun berikutnya beliau dikirim oleh penguasa-penguasa Eklesiastikal untuk memimpin diocese Salmas, di mana pertentangan yang tajam dan berbau skandal antara Uniate Archbishop Khudabash, dan Romo-Romo dari Lazarist untuk waktu yang panjang telah mengancam timbulnya perpecahan. Pada hari Tahun Baru 1900 Romo Benjamin menyampaikan khotbah yang terakhir kalinya dan penuh dengan kenangan kepada sekumpulan besar jemaah, termasuk banyak orang Armenia yang non Katholik serta lain-lainya di Katedral St. George's Khorovabad, Salmas. Judul dari khotbahnya "Abad Baru dan Manusia Baru." Beliau teringat kenyataan bahwa Misi-Misi Nestorian, sebelum timbulnya Islam, yang berarti "penyerahan" kepada Tuhan, telah menyebar luaskan Injil di seluruh Asia; dan bahwa mereka mempunyai beberapa tempat di India (terutama di pantai Malabar), di Tartary, di Cina dan Mongol; dan bahwa mereka menterjemahkan Injil dalam bahasa Turki Uighur dan bahasa-bahasa lainnya; bahwa Misi-Misi Katholik, Amerika dan Anglikan, meskipun ada jasa mereka sedikit terhadap bangsa Asiria Kaldea dalam bentuk pendidikan awal, telah memecah bangsa dalam begitu banyak sekte yang tidak bersahabat seperti sejumlah banyak di Persia, Kurdistan dan Mesopotamia; dan bahwa upaya mereka ditakdirkan sampai pada tingkat tertentu menyebabkan kegagalan. Akibatnya beliau menyarankan agar bangsa-bangsa itu membuat beberapa pengorbanan agar dapat berdiri sendiri sebagai laki-laki dan tidak tergantung pada misi-misi asing, dsb.

Secara mendasar pengkhotbah itu benar seluruhnya; namun peringatan beliau itu tidak berkenan bagi kepentingan misi-misi Tuhan. Dengan segera khotbah ini telah membawa Delegasi Apostolik Mgr Lesne dari Urmia ke Salmas. Dia tetap hingga akhir sebagai kawan Romo Benjamin. Keduanya kembali ke Urmia. Misi baru dari Rusia telah menetap di Urmia sejak 1899. Kaum Nestorian dengan bersemangat memeluk agama dari Tsar yang " suci" seluruh Rusia.

Lima Misi yang besar dan megah, Amerika, Anglikan, Perancis, Jerman, dan Rusia dengan kolese mereka, ditopang oleh masyarakat agama yang kaya, Konsul dan Duta Besar, beramai-ramai berusaha untuk mengalihkan agama dari kira-kira seratus ribu orang Asiria-Kaldea dari Nestorian yang pembangkang (heresy) ke salah satu dari lima penyimpangan (heresies). Namun dengan segera orang Rusia melampaui yang lainnya, dan misi inilah yang dalam tahun 1915 telah mendorong atau memaksa orang Asiria dari Persia, sebagaimana halnya orang suku gunung Kurdistan, yang pada waktu itu telah berimigrasi ke dataran Salmas dan Urmia, untuk mengangkat senjata terhadap pemerintah masing-masing. Hasilnya ialah bahwa separuh dari orang-orang itu musnah dalam peperangan dan sisanya dikeluarkan dari negeri asalnya.

Masalah besar yang telah lama mencari penyelesaiannya dalam jiwa pendeta ini kini mendekati klimaksnya. Apakah agama Kristen dengan segala bentuk dan warnanya yang beragam, dengan Kitab-Kitab Sucinya yang tidak otentik , palsu dan telah banyak diubah, benar-benar agama Tuhan? Dalam musim panas 1900 beliau beristirahat ke villanya yang kecil di tengah kebun anggur dekat dengan air mancur Chali-Boulaghi yang terkenal di Digala, dan di sana untuk selama satu bulan mempergunakan waktunya untuk berdo'a dan meditasi, membaca berulang kali Kitab-Kitab Suci dalam teks aslinya. Krisis itu berakhir dengan permohonan mengundurkan diri secara resmi kepada Uniate Archbishop Urmia, di mana secara berterus terang beliau menerangkan sebab-sebab beliau meninggalkan fungsi kependetaan kepada Mgr Touma Audu. Semua usaha telah dilakukan oleh penguasa-penguasa eklesiastikal agar beliau menarik keputusan itu namun tanpa hasil. Tidak ada masalah pribadi atau pertentangan antara Romo Benjamin dan atasannya; semua itu adalah masalah kesadaran.

Untuk beberapa bulan Tuan Dawud, begitu kini panggilan beliau, dipekerjakan di Tabriz sebagai inspektur di Jasa Pos dan Pabean Persia di bawah ahli-ahli dari Belgia. Selanjutnya beliau mengabdi pada Pangeran Mahkota Muhammad 'Ali Mirza sebagai pengajar dan penterjemah. Pada tahun 1903 kembali beliau mengunjungi Inggris dan di sana bergabung dengan masyarakat Unitarian. Dan dalam tahun 1904 beliau dikirim oleh Asosiasi Unitarian Inggris dan Asing untuk melaksanakan pekerjaan pendidikan dan pencerahan di antara orang-orang senegara. Dalam perjalanan ke Persia beliau mampir ke Konstantinopel; dan sesudah beberapa wawancara dengan Sheikhul Islam Jamaluddin Effendi dan ulama-ulama lainnya, beliau memeluk agama suci Islam, yang berarti penyerahan diri kepada Tuhan.

Sumber : Prof. David Benjamin Keldani B.D, What Christian & Jew Should Know : Tentang Sang Pencipta, Kitab Suci, dan Nabi-nabi, Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
Website : http://www.oocities.org/hwpienesha/
di download dari : www.pakdenono.com
http://www.mosque.com/goodial.html

Posting by Mohammad Nurdin

NABI-NABI SEJATI HANYA MENGAJARKAN ISLAM

 Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS 2 : 130-132)

Para Nabi dan Rasul Allah hanya mengajarkan Islam kepada umatnya. Tulisan di bawah ini dikutip dari tulisan Profesor David Benjamin Keldani B.D (seorang mantan Uskup Katholik dari Uramiah, Kaldea). Berikut tulisan beliau.

Tidak ada bangsa yang dikenal dalam sejarah seperti bangsa Israel, yang dalam kurun waktu kurang dari empat ratus tahun telah ditundukkan oleh banyak sekali nabi-nabi palsu, tak terhitung lagi (banyaknya) tukang-tukang tenung, peramal-peramal dan segala macam persihiran dan tukang-tukang sulap. Nabi-nabi palsu itu ada dua macam: mereka yang mengakui agama dan Kitab Taurat dari Yahweh dan berpura-pura meramal atas NamaNya, dan mereka yang dengan di bawah lindungan raja Israel penyembah berhala meramal atas nama Baal atau dewa-dewa lainnya dari bangsa-bangsa tetangga yang juga kafir musyrik. Dalam golongan pertama terdapat beberapa peniru (nabi) yang sezaman dengan nabi-nabi sejati seperti Mikha (Micah) dan Jeremiah, dan dalam golongan kedua terdapat mereka yang menimbulkan banyak kesulitan bagi Eliyah, dan menyebabkan pembantaian nabi-nabi sejati dan orang-orang beriman dalam masa pemerintahan Ahab dan isterinya Jezebel. Yang paling berbahaya dari semua itu terhadap jalan keyakinan dan agama yang sesungguhnya adalah nabi-nabi palsu yang melaksanakan upacara-upacara suci di kuil maupun Mispha dan berpura-pura memberikan firman Tuhan kepada manusia. Barangkali tidak ada nabi yang menerima lebih banyak penindasan dan kesukaran di tangan para peniru ini selain daripada Nabi Jeremiah.

Semasa masih muda, Jeremiah memulai tugas-tugas kenabiannya kira-kira pada kwartal akhir dari abad ke tujuh sebelum Masehi, ketika Kerajaan Judah dalam bahaya besar penyerbuan oleh tentara dari Kaldea. Orang-orang Yahudi telah bersekutu dengan Fir’aun dari Mesir, tetapi karena Fir’aun ini telah mengalami kekalahan buruk dari tentara Nebukadnezar, maka nasib buruk Jeruzalem adalah hanya soal waktu saja. Dalam hari-hari yang kritis ini, selama masa mana nasib dari sisa-sisa hamba-hamba Allah akan ditentukan, Nabi Jeremiah dengan tegar memberi nasehat kepada raja dan para pemimpin orang-orang Yahudi untuk menyerah dan mengabdi pada Raja Babilon, supaya Jeruzalem bisa diselamatkan dari dibakar habis jadi abu serta orang-orang Yahudi diselamatkan dari deportasi sebagai orang tawanan. Beliau mencurahkan semua ceramahnya yang vokal dan berapi-api ke telinga raja-raja, pendeta-pendeta, dan tetua-tetua masyarakat, tetapi semua sia-sia. Beliau menyampaikan firman demi firman Tuhan, dengan mengatakan bahwa satu-satunya jalan menyelamatkan negeri dan penduduknya dari pemusnahan yang mengancam ialah menyerah kepada orang-orang Kaldea; namun tiada seorang pun sudi mendengar peringatan itu.

Nebukadnezar datang dan mengambil alih kota, membawa pergi rajanya, pangeran-pangeran, serta banyak tawanan, demikian pula seluruh kekayaan dari kuil termasuk bejana-bejana emas dan perak. Seorang pangeran lain, pangeran yang ketiga, diangkat oleh Kaisar Babilon untuk memerintah sebagai budaknya di Jeruzalem. Raja ini, bukannya menjadi bijak dan setia kepada penguasa Babilon tetapi bahkan memberontak terhadapnya. Tanpa henti Jeremiah menasehati raja untuk tetap setia dan meninggalkan kebijakan (persekutuan dengan) Mesir. Namun nabi-nabi palsu terus saja berceramah dengan bombastis di kuil dengan berkata: "Demikianlah Tuhan Rumah Allah itu berfirman , Lihatlah, Aku telah mematahkan simpul Raja Babilon, dan dalam waktu dua tahun semua tawanan orang Yahudi dan bejana-bejana Rumah Tuhan akan dikembalikan ke Jeruzalem." Jeremiah membuat simpul dari kayu dan dikalungkan di lehernya dan pergi ke kuil serta memberi tahu orang-orang bahwa Tuhan telah merasa senang meletakkan simpul raja Babilon seperti ini pada leher semua orang Yahudi. Beliau dipukul mukanya oleh salah satu nabi lawannya yang mematahkan simpul kayu itu dari leher Jeremiah serta mengulangi lagi khotbah bombastis dari nabi-nabi palsu. Jeremiah dimasukkan ke dalam sel yang penuh dengan lumpur, dan hanya diberi makan dengan sebuah roti kering yang terbuat dari barley setiap hari hingga terjadi kelaparan di kota itu, yang diserang oleh orang-orang Kaldea. Nabi palsu Hananiah meninggal seperti diramalkan oleh Jeremiah. Dinding kota itu diruntuhkan di suatu tempat, dan tentara yang menang itu menyerbu masuk kota, Raja Zedekiah yang melarikan diri dan orang-orang yang besertanya ditangkap dan dibawa ke raja Babilon. Kota dan kuil itu sesudah dijarah lalu dibakar dan semua penduduk Jeruzalem dibawa pergi ke Babilon; hanya orang dari kelas miskin yang ditinggalkan untuk mengusahakan tanah. Atas perintah Nebukadnezar, Jeremiah diizinkan tinggal di Jeruzalem dan gubernur yang baru diangkat Gedalliah diberi tugas untuk menjaga dan mengurusi nabi itu. Tetapi Gedalliah telah dibunuh oleh orang Yahudi yang berontak, dan mereka kemudian lari ke Mesir dengan membawa Jeremiah beserta mereka. Bahkan di Mesir pun beliau meramal hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan para pelarian dan orang-orang Mesir. Beliau pastilah sudah mengakhiri hidupnya di Mesir.

Kitabnya, seperti adanya sekarang, sangat berbeda dengan teks Septuagint (Bible versi Latin): terbukti bahwa copy dari mana Septuagint itu ditulis oleh para penterjemah dari Aleksandria mempunyai urutan pasal yang berbeda.

Para pengritik Injil menganggap bahwa Jeremiah adalah penulisnya, atau, bagaimanapun juga, seorang penyusun (compiler) dari Kitab ke lima dari Pentateuch yang disebut Deuteronomy (Ulangan). Saya sendiri beranggapan sama bahwa Jeremiah adalah seorang Levi dan seorang pendeta juga seorang nabi. Banyak sekali ajaran dari Jeremiah dalam Deuteronomy yang tidak dikenal dalam bagian lainnya dari tulisan-tulisan Perjanjian Lama. Dan saya mengambil satu ajaran dari ajaran-ajaran itu untuk pokok pembicaraan sekarang ini, yang saya anggap sebagai satu dari permata atau teks emas dari Perjanjian Lama dan harus dihormati sebagai sangat berharga dan suci.

Sesudah pembicaraan yang rinci ini saya segera kembali pada pokok masalah yang telah saya pilih sebagai judul dari artikel ini: Bagaimana membedakan seorang nabi asli dari seorang nabi palsu, Jeremiah telah memberikan kepada kita jawaban yang secara wajar memuaskan, yaitu:

"NABI YANG HANYA MENGAJARKAN ISLAM"
Dalam Kitab Deuteronomy (xiii. 1 – 5, xviii. 20 – 22) Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan beberapa perintah tentang nabi-nabi palsu yang mungkin meramal dengan atas nama Tuhan dan dengan cara yang demikian tersembunyi dan membahayakan sehingga bisa menyesatkan ummatNya. Selanjutnya, beliau menceriterakan kepada kita cara terbaik untuk mengetahui kecurangan si peniru adalah mengantisipasi terpenuhinya ramalan dia, dan kemudian menghukum mati dia jika tipuannya terbongkar. Namun seperti diketahui dengan baik, orang-orang bodoh tidak dapat membedakan antara nabi asli dengan peniru, persis seperti sekarang ini di mana tidak dapat menemukan dengan pasti mana dari yang dua ini, pendeta Katholik Roma atau pendeta Calvinist sebagai pengikut asli dari Jesus Kristus! Nabi palsu juga akan meramal peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, membuat keajaiban, dan melaksanakan hal-hal religius sama –setidak-tidaknya pada penampilan – dengan yang dilakukan oleh mereka yang nabi asli. Persaingan antara Nabi Musa dan para ahli sihir di Mesir adalah suatu ilustrasi yang tepat dari pernyataan ini. Jadi Jeremiah itulah yang telah memberi kita cara terbaik untuk menguji kebenaran, keaslian dari seorang nabi, dan cara itu adalah pertanda Islam. Silahkan baca seluruh pasal xxviii. dari Jeremiah, dan kemudian periksalah dan renungkanlah ayat ke 9:
"Nabi yang meramalkan Islam (shalom), pada saat kehadiran perkataan Nabi, Nabi itu akan diakui sebagai telah diutus oleh Tuhan dengan sebenarnya." (Jeremiah xxviii. 9)
Terjemahan ini adalah benar-benar harfiah. Kata aslinya naba, biasanya diterjemahkan sebagai: "meramal" (to foretell atau to prophesy), dan kata benda nabi, "a prophet" memberikan kesan bahwa seorang prophet adalah seorang yang meramalkan masa depan atau menceriterakan peristiwa masa lampau dengan bantuan wahyu suci. Definisi ini hanya sebagian saja yang benar. Definisi lengkap dari kata "Prophet" haruslah: "seorang yang menerima wahyu atau pesan dari Tuhan, dan menyampaikan wahyu atau pesan itu dengan setia kepada orang atau ummat yang dituju." Jelas bahwa sebuah pesan suci tidak usah harus berarti ramalan tentang peristiwa yang lalu atau yang akan datang. Dengan cara yang sama kata "prophesy" tidak usah harus berarti mengungkapkan peristiwa masa lalu atau yang akan datang, tetapi lebih kearah berkhotbah atau mengumumkan pesan Tuhan. Dengan sendirinya "to prophesy" adalah menyampaikan dan mengucapkan sebuah wahyu baru, yang sifat dan karakternya sangat immaterial (tidak berwujud secara fisik). Membaca kalimat-kalimat seorang nabi adalah sebagai meramal yang tidak lebih daripada saat seorang nabi menyampaikan sebuah wahyu ketika berceramah atau berpidato atas kehendaknya sendiri. Di dalam Al Qur’an Tuhan memerintahkan hambaNya yang dicintaiNya Nabi Muhammad saw untuk menyatakan: "Aku hanya seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Satu…" (Q.18 : 110) sehingga kita bisa berhati-hati untuk tidak memberikan atribut kepada seorang nabi yang manapun suatu kualitas mengetahui atau mengatakan semua apapun melalui wahyu. Wahyu Suci itu datangnya biasanya berselang seling dengan waktu, sementara para nabi dalam pergaulan pribadi mereka dan pengetahuannya mungkin bertanggung jawab atas kesalahan dan kekeliruannya. Seorang nabi tidak diangkat oleh Tuhan untuk mengajarkan ummat manusia ilmu alam, matematika, atau ilmu pengetahuan positif lainnya. Akan sangat tidak adil bagi kita untuk mencela seorang nabi untuk suatu kesalahan bahasa atau suatu kesalahan yang dilakukan olehnya sebagai seorang manusia.

Karena itu seorang Nabi adalah sebuah subyek untuk diuji atau diperiksa hanya jika secara resmi dan formal beliau menyampaikan Firman yang telah beliau terima dari Tuhan. Urusan pribadinya, hal-hal mengenai keluarganya, dan hasil karya personalnya tidak menjadi perhatian kita sebanyak perhatian kita pada misi dan tugasnya. Untuk dapat mengetahui apakah seorang nabi itu asli atau seorang peniru, tidaklah adil memberikan keputusan yang bertentangan dengan karakter kenabiannya hanya karena seorang nabi telah bersikap sedikit keras atau kasar kepada ibunya, atau karena seorang nabi telah percaya akan inspirasi harfiah dan Pentateuch adalah tulisan Nabi Musa. Sementara membuat observasi ini, dalam benak saya terpikir masalah Jesus Kristus, dan banyak lainnya lagi yang ada dalam sejarah Israel di pihak lain .

Adalah mala fides dan jahat untuk menuduh nabi-nabi mengenai masalah sensualitas, kekasaran, kebodohan dalam ilmu, dan kelemahan personal lainnya. Mereka adalah manusia seperti halnya kita sendiri dan pasti tidak luput dari kecenderungan alamiah dan nafsu yang sama dengan kita. Mereka dilindungi dari dosa-dosa temporal dan dari penyelewengan firman-firman yang harus mereka sampaikan. Kita harus benar-benar berhati-hati untuk tidak terlalu tinggi menempatkan seorang nabi Tuhan dalam imajinasi kita, jika tidak demikian pastilah Tuhan tidak senang terhadap kita. Mereka semua adalah mahluk-mahlukNya dan para pemuja-pemuja Tuhan; mereka menyelesaikan kewajibannya dan kembali kepada Tuhannya. Pada saat kita melupakan Tuhan dan memfokuskan cinta kita dan kekaguman kita terhadap pribadi para utusan Tuhan yang manapun saja dia, maka kita ada dalam bahaya jatuh ke dalam dosa menyekutukan Tuhan (polytheisme).
Sesudah sekian jauh menerangkan sifat dan arti nabi dan pernubuahan (prophesy), saya kini akan mencoba untuk membuktikan bahwa tidak ada nabi dapat menjadi asli kecuali, seperti dengan jelas disebutkan oleh Nabi Jeremiah, beliau berkhotbah dan menyiarkan agama Islam.

Agar dapat mengerti lebih baik logika dan arti penting pasal-pasal yang sedang kita bicarakan ini, kita harus melihat selintas ayat yang lalu di mana Jeremiah berkata kepada musuhnya Nabi Hannaniah: "Nabi-nabi sebelum aku dan kamu dari masa lalu telah bernubuah yang berkenaan dengan banyak negeri, banyak kerajaan besar, tentang perang dan kejahatan dan wabah," Kemudian beliau melanjutkan:
"Nabi yang meramal tentang Islam segera setelah kalimat nabi itu datang, nabi itu diketahui sebagai telah diutus dengan sebenarnya oleh Tuhan."
Tidak ada keberatan serius yang diajukan tentang versi Inggris dari pasal ini dengan mengecualikan anak kalimat "I shalom" yang telah saya terjemahkan dengan "tentang Islam". Preposisi " I " sebelum "shalom" berarti "mengenai" atau "tentang", dan menempatkan subyek sebagai penderita kalimat (obyek) dan tidak dalam posisi dative, seperti halnya bila sebutan (predikat) adalah sebuah kata kerja (verb) seperti "datang", "pergi" atau "memberi".
Bahwa "shalom" dan bahasa Syriac "Shlama" maupun bahasa Arab "salam" dan "Islam" berasal dari satu akar kata yang sama dalam bahasa Semit, "shalam" dan mempunyai arti yang sama, adalah suatu kebenaran yang telah diterima oleh semua pakar bahasa-bahasa Semit. Kata kerja "shalam" mempunyai arti "menyerahkan diri, (to submit, to resign oneself to)", dan kemudian "membuat perdamaian (to make peace)", dan dengan sendirinya "menjadi aman, sehat, dan tenang (to be safe, sound and tranquil)". Tidak ada sistim agama di dunia ini yang pernah dikualifikasikan dengan nama yang lebih baik, lebih komprehensif, lebih dihargai dan luhur selain daripada Islam. Agama sejati dari Tuhan Sejati tidak bisa diberi nama dengan nama siapapun dari para pemujaNya (Kristen,- pent.), dan lebih lagi tidak dari nama bangsa atau negara (Judaisme,-pent.). Sesungguhnyalah kesucian dan kesakralan kata "Islam" inilah yang menghantam lawannya dengan menimbulkan kekaguman, ketakutan dan rasa hormat bahkan sekalipun bila orang-orang Islam itu dalam keadaan lemah dan tidak berbahagia. Adalah nama dan gelar dari sebuah agama yang mengajarkan dan memerintahkan penyerahan dan kepasrahan kehendak dan diri yang mutlak kepada Yang Maha Adi, dan selanjutnya memperoleh kedamaian dan ketenangan dalam jiwa dan di rumah, tidak peduli penderitaan atau nasib jelek yang mungkin mengancam kita yang menyebabkan lawan-lawannya merasa kagum. 1)

Adalah keyakinan yang mantap dan tak tergoyahkan dalam Keesaan Allah dan kepercayaan yang tak terbelokkan akan rahmatNya dan keadilan yang membuat seorang Muslim dapat dibedakan dan menonjol di antara orang-orang non-Muslim. Dan keyakinan yang mantap pada Allah serta keterikatan yang tulus pada Kitab Suci Al Qur’an dan NabiNya itulah yang misi-misi Kristen dengan putus asa telah menyerangnya namun gagal tanpa harapan. Dengan itu, perkataan Jeremiah bahwa: "Nabi yang bernubuah, yang menyiarkan dan berbicara tentang urusan Islam sebagai agamanya, dengan segera beliau akan diketahui sebagai telah diutus dengan sesungguhnya oleh Tuhan. Karena itu marilah kita mempertimbangkan dengan serius yang berikut ini:

1.    Nabi Jeremiah adalah satu-satunya Nabi sebelum Jesus Kristus yang menggunakan kata "shalom" dalam arti agama. Beliau adalah satu-satunya Nabi yang menggunakannya dengan tujuan untuk menentukan atau membuktikan kebenaran seorang utusan Tuhan. Menurut wahyu Al Qur’an, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Yakub, Nabi Musa dan semua Nabi adalah orang-orang Muslim, dan mengakui Islam sebagai agamanya. Istilah "Islam" and padanannya (ekivalen) "Shalom" dan "Shlama" diketahui oleh orang-orang Yahudi dan Kristen di Mekkah dan Medinah ketika Nabi Muhammad saw muncul untuk menyempurnakan dan menjadikan Islam sebagai agama universal. Seorang Nabi yang meramalkan "perdamaian" sebagai sesuatu yang abstrak, kabur dan bersifat sebagai kondisi sementara, tidak akan dapat berhasil membuktikan identitasnya dengan cara begitu itu. Dalam kenyataannya, hal yang dipersengketakan atau lebih baik masalah nasional yang kritis, yang ditentang oleh dua nabi menonjol yang dikenal oleh pengadilan dan bangsa, seperti Jeremiah dan Hananiah (Jeremiah xxviii.), tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan pasti, dengan cara pengakuan masalah yang satu dan di lain pihak mengingkari masalah yang lain. Untuk menubuahkan "perdamaian" oleh Jeremiah ketika beliau selama hidupnya telah secara terus menerus menubuahkan bencana besar nasional – baik dengan cara agar Raja Sidaqia menyerahkan diri kepada kekuasaan Kaldea, atau dengan cara melawannya – bukan saja akan menyangkut kegagalannya, untuk tidak berbicara tentang keberhasilannya dalam membuktikan kebenarannya, tetapi juga hal itu akan membuatnya bahkan lebih bodoh. Karena, dalam hal yang manapun, "perdamaian" yang diduganya akan berarti bukan suatu perdamaian sama sekali. Sebaliknya, bila orang-orang Yahudi melawan tentara Kaldea, itu berarti kehancuran total seluruh bangsa, dan bila mereka menyerah, adalah suatu penyerahan total tanpa syarat apapun. Nyatalah karena itu, bahwa Jeremiah menggunakan istilah "Shalom" dalam artian sistim agama yang nyata, kongkrit dan sesungguhnya yang dimiliki oleh Islam. Untuk membuat lebih jelas, kita harus dengan penuh perhatian mendengarkan argumen dari dua nabi yang berlawanan yang membicarakan dan mempersengketakan masalah nasional yang dihadiri oleh raja yang jahat dan pengadilannya yang terdiri dari penjilat-penjilat yang jahat dan orang-orang munafik yang buruk moral. Pada dirinya Jeremiah memiliki jalan Tuhan dan agama damaiNya, dan demi kepentingan vital agama damai atau Islam, beliau menganjurkan raja jahat itu dan seluruh anggota istananya untuk menyerah pada kekuasaan Babilon dan mengabdi pada orang Kaldea dan hidup. Karena tidak ada pilihan lain yang terbuka bagi mereka. Mereka telah meninggalkan Tuhan nenek moyangnya, mengotori Rumah Tuhan, memalsukan dan mencerca nabi-nabiNya, dan melakukan kejahatan dan pengkhianatan (2 Chronicle xxxvi, etc.). Jadi Tuhan menyerahkan mereka ke tangan raja Nebukadnezar dan tidak akan menyelamatkan mereka. Untuk pengabdi Tuhan yang sejati dengan tulus, agama itu menjadi hal yang pertama dan bangsa itu yang kedua. Pemerintahan dan bangsa itu – terutama bila mereka sudah melupakan Tuhan – yang harus dikorbankan untuk alasan agama, dan bukan sebaliknya! Nabi lain Gibeon, yang disebut Hananiah, berusaha menyenangkan sang raja tuannya; beliau adalah anggota istana dan termasuk orang yang dikasihi, kaya dan megah, sementara lawannya selalu membusuk dan kelaparan dalam penjara dan sel. Beliau tidak peduli akan hal-hal yang berguna untuk menyegarkan agama dan kesejahteraan rakyat yang sebenarnya. Beliau juga seorang nabi, karena demikianlah kata Kitab Jeremiah, namun beliau adalah seorang yang jahat, dan telah menukar Tuhan dengan seorang raja yang buruk moral. Beliau meramal juga atas nama Tuhan yang sama sebagaimana Jeremiah meramal, menyatakan kembalinya barang rampasan perang dan tawanan dari Babilon dalam waktu dua tahun.

Nah dari deskripsi yang tidak sempurna tentang dua nabi itu, nabi mana yang anda kualifikasikan sebagai pengabdi Tuhan yang sejati dan sebagai pembela setia atas agama Tuhan? Tentu saja Jeremiah dengan segera akan menarik simpati dan pilihan anda.

2.    Hanyalah agama Shalom, Islam, yang dapat membuat kesaksian akan karakter dan tugas dari seorang nabi sejati, Imam, atau setiap utusan Allah di bumi ini. Tuhan itu Esa, dan agamaNya juga Satu. Tidak ada agama lain di dunia seperti Islam, yang mengakui dan membela Keesaan yang mutlak dari Tuhan. Karena itu, barang siapa yang mengorbankan kepentingan-kepentingan lainnya, kehormatan dan cinta kasih untuk alasan agama suci ini, tidak diragukan bahwa dia adalah nabi asli dan dan utusan Allah. Namun masih ada satu hal lagi yang lebih perlu perhatian kita, dan hal itu ialah: jika agama Islam bukan suatu standar dan ukuran dengan mana dilakukan uji kebenaran seorang nabi atau utusan Tuhan, maka tidak ada kriteria lain untuk menjawab masalah itu. Sebuah keajaiban bukan selamanya suatu bukti yang cukup, karena tukang sihir juga membuat hal-hal aneh. Pemenuhan suatu nubuah atau ramalan juga sendirinya bukan suatu bukti yang mencukupi; maka sebagaimana suatu Ruh suci mengungkapkan peristiwa yang akan datang kepada seorang nabi sejati, begitu pula kadang-kadang ruh jahat itu melakukan hal yang sama kepada seorang peniru. Dari sini jelas bahwa nabi yang "bernubuah tentang Shalom – Islam – sebagai nama sebuah Keyakinan dan jalan hidup, segera setelah beliau menerima wahyu dari Tuhan maka akan diketahui bahwa beliau itu utusan Tuhan." Yang begitu itu adalah argumen yang dipergunakan oleh Jeremiah terhadap jemaahnya yang ingin beliau yakinkan mengenai kepalsuan Hananiah. Namun raja yang jahat dan para pengikutnya tidak mau mendengarkan dan mematuhi perintah Tuhan itu.

3.    Seperti telah diperdebatkan dalam paragraf terdahulu, haruslah dicatat bahwa baik pemenuhan suatu nubuah maupun keajaiban yang terjadi tidak cukup untuk membuktikan sifat kesejatian seorang nabi; bahwa kesetiaan dan kepatuhan yang ketat kepada agama adalah bukti yang terbaik dan paling menentukan untuk maksud penentuan palsu tidaknya seorang nabi; bahwa Shalom dipakai untuk menyatakan agama perdamaian. Sekali lagi kami ulangi penegasan kami bahwa Shalom tidak lain adalah Islam. Dan kami ingin agar mereka yang keberatan terhadap interpretasi ini supaya memberikan kata lain dalam bahasa Arab di luar Islam dan Salam sebagai padanan (ekivalen) dari Shalom, dan juga untuk menemukan bagi kami kata lain dalam bahasa Ibrani di samping Shalom yang akan dapat menyampaikan dan menyatakan arti yang sama seperti Islam. Tidak mungkin anda menghasilkan padanan kata yang demikian itu. Karena itu kita terpaksa harus mengakui bahwa Shalom adalah sama seperti "salam" atau "damai" dalam arti kata abstrak, dan "Islam" sebagai agama dan keyakinan dalam arti kata kongkrit.

4.    Seperti diingatkan kepada kita oleh Al Qur’an dalam surat 2 Al Baqarah bahwa Ibrahim dan anak-anak laki-lakinya dan cucu-cucu laki-lakinya adalah penganut Islam; bahwa mereka bukan Yahudi dan bukan Nasrani; bahwa mereka berdakwah dan menyiarkan pemujaan dan keyakinan terhadap Satu Tuhan kepada semua orang yang mereka kunjungi atau di mana mereka berdiam, kita harus mengakui bahwa bukan saja orang Yahudi, tetapi beberapa bangsa lain yang berasal dari anak-anak laki-laki lainnya dari Ibrahim serta banyak suku bangsa yang telah pindah agama dan meleburkan diri ke dalam keturunan Ibrahim itu, juga sebagai pemeluk agama Islam; yaitu orang yang beriman pada Allah dan berserah diri kepada kehendakNya. Ada orang-orang Esau, kaum Edomit, kaum Midian dan banyak lagi orang-orang yang berdiam di Arabia yang mengenal Tuhan dan memujanya seperti orang-orang Israel. Orang-orang ini juga mempunyai nabi-nabinya sendiri dan pembimbing agama seperti Nabi Ayyub, Nabi Syu’aib (mertua Nabi Musa), Nabi Balaam, Nabi Hud, dan lain-lain. Namun, seperti halnya orang Yahudi, mereka telah menjadi penyembah berhala hingga berhala-berhala itu disapu bersih oleh Pangeran dari para Nabi. Kira-kira dalam abad ke V sebelum Masehi orang Yahudi membuat bagian yang lebih besar dari buku-buku suci mereka dalam Perjanjian Lama, ketika ingatan atas penaklukan tanah Kanaan oleh Joshua, kuil dan Jeruzalemnya Suleiman merupakan peristiwa lampau yang telah terpendam dalam kurun waktu yang telah berlalu dalam sejarah mereka yang mengagumkan. Semangat keprihatinan dan penyendirian yang nasionalistik dan Judaistik menguasai sebagian sisa orang-orang Israel; kepercayaan akan datangnya seorang Penyelamat agung untuk mengembalikan tahta dan mahkota Daud yang telah hilang mendominasi, dan arti kata lama "Shalom" sebagai nama agama Ibrahim dan umum bagi orang-orang yang berbeda-beda dari keturunan Ibrahim telah tidak diingat lagi. Dari sudut pandang inilah bahwa saya beranggapan pasal-pasal Jeremiah sebagai salah satu teks emas dalam hukum suci Ibrani.
 
Catatan kaki
1.Menarik dan memiliki arti untuk dicatat betapa observasi dari profesor terpelajar ini sesuai dengan observasi mantan Kaisar Jerman yang dalam kesempatan merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh puluh di Doorn, Belanda, dilaporkan sebagai telah mengatakan dalam pidatonya: " Dan ketahuilah hal ini – seandainya orang-orang Islam pernah memikirkan gagasan, bahwa adalah perintah Allah untuk membawa ketertiban di dalam masyarakat Barat yang sedang merosot, dan menundukkan mereka pada kehendakNya, maka – dengan percaya pada Tuhan – mereka akan datang kepada orang-orang Eropa yang tidak lagi bertuhan seperti gelombang pasang, terhadap mana bahkan kaum Bolshevik yang paling merah sekalipun, yang penuh dengan keinginan untuk menghadapinya, akan tidak berdaya". (Evening Standard, London, Januari 1929)

Sumber : Prof. David Benjamin Keldani B.D, What Every Christian & Jew Should Know : Tentang Sang Pencipta, Kitab Suci, Dan Nabi-nabi, Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
Website : http://www.oocities.org/hwpienesha/
di download dari : www.pakdenono.com
http://www.mosque.com/goodial.html


Posting by Mohammad Nurdin

Selasa, 15 November 2011

Biografi Imam An-Nawawi Dalam Riyadhush Shalihin

Berikut ini biografi Imam an-Nawawi yang saya kutip dari Riyadhush Shalihin, sebuah kitab karya beliau.


Nasab (keturunan) Imam an-NawawiBeliau adalah al-Imam al-Hafizh, Syaikhul Islam, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Mury bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam an-Nawawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Kata ‘an-Nawawi’ dinisbahkan kepada sebuah perkampungan yang bernama ‘Nawa’, salah satu perkampungan di Hauran, Syiria, tempat kelahiran beliau. Beliau dianggap sebagai syaikh  di dalam madzhab Syafi’i dan ahli fiqh terkenal pada zamannya.

Kelahiran dan LingkungannyaBeliau dilahirkan pada Bulan Muharram tahun 631 H di perkampungan ‘Nawa’ dari dua orang tua yang shalih. Ketika berusia 10 tahun, beliau sudah memulai hafal al-Qur’an dan membacakan kitab Fiqh pada sebahagian ulama di sana. Proses pembelajaran ini di kalangan Ahli Hadits lebih dikenal dengan sebutan ‘al-Qira`ah’.
Suatu ketika, secara kebetulan seorang ulama bernama Syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi melewati perkampungan tersebut dan menyaksikan banyak anak-anak yang memaksa ‘an-Nawawi kecil’ untuk bermain, namun dia tidak mahu bahkan lari dari kejaran mereka dan menangis sambil membaca al-Qur’an. Syaikh ini kemudian menghantarkannya kepada ayahnya dan menasihati sang ayah agar mengarahkan anaknya tersebut untuk menuntut ilmu. Sang ayah setuju dengan nasihat ini.
Pada tahun 649 H, an-Nawawi, dengan dihantar oleh sang ayah, tiba di Damaskus dalam rangka melanjutkan studinya di Madrasah Dar al-Hadits. Dia tinggal di al-Madrasah ar-Rawahiyyah yang menempel pada dinding masjid al-Umawy dari sebelah timur. Pada tahun 651 H, dia menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, lalu pulang kembali ke Damaskus.

Pengalaman IntelektualnyaPada tahun 665 H saat baru berusia 34 tahun, beliau sudah menduduki posisi ‘Syaikh’ di Dar al-Hadits dan mengajar di sana. Tugas ini tetap dijalaninya hingga beliau wafat.
Dari sisi pengalaman intelektualnya setelah bermukim di Damaskus terdapat tiga karakteristik yang sangat menonjol:
 
Pertama, Kegigihan dan Keseriusan-nya di dalam Menuntut Ilmu Sejak Kecil hingga meningkat Remaja.
Ilmu adalah segala-galanya bagi an-Nawawi sehingga dia merasakan kenikmatan yang tiada tara di dalamnya. Beliau amat serius ketika membaca dan menghafal. Beliau berhasil menghafal kitab ‘Tanbih al-Ghafilin’ dalam waktu empat bulan setengah.
Sedangkan waktu yang tersisa lainnya dapat beliau gunakan untuk menghafal seperempat permasalahan ibadat dalam kitab ‘al-Muhadz-dzab’ karya asy-Syairazi. Dalam tempoh yang relatif singkat itu pula, beliau telah berhasil membuat decak kagum sekaligus meraih kecintaan gurunya, Abu Ibrahim Ishaq bin Ahmad al-Maghriby, sehingga menjadikannya sebagai wakilnya di dalam halaqah pengajian yang dia pimpin bilamana berhalangan.

Kedua, Keluasan Ilmu dan Wawasannya
Mengenai bagaimana beliau memanfa’atkan waktu, seorang muridnya, ‘Ala`uddin bin al-‘Aththar bercerita, “Pertama beliau dapat membacakan 12 pelajaran setiap harinya kepada para Syaikhnya beserta syarah dan tash-hihnya; kedua, pelajaran terhadap kitab ‘al-Wasith’, ketiga terhadap kitab ‘al-Muhadzdzab’, keempat terhadap kitab ‘al-Jam’u bayna ash-Shahihain’, kelima terhadap kitab ‘Shahih Muslim’, keenam terhadap kitab ‘al-Luma’ ‘ karya Ibnu Jinny di dalam ilmu Nahwu, ketujuh terhadap kitab ‘Ishlah al-Manthiq’ karya Ibnu as-Sukait di dalam ilmu Linguistik (Bahasa), kelapan di dalam ilmu Sharaf, kesembilan di dalam ilmu Ushul Fiqh, kesepuluh terkadang terhadap kitab ‘al-Luma’ ‘ karya Abu Ishaq dan terkadang terhadap kitab ‘al-Muntakhab’ karya al-Fakhrur Razy, kesebelas di dalam ‘Asma’ ar-Rijal’, keduabelas di dalam Ushuluddin. Beliau selalu menulis syarah yang sulit dari setiap pelajaran tersebut dan menjelaskan kalimatnya serta meluruskan ejaannya”.

Ketiga, Produktif di dalam Menelurkan Karya Tulis
Beliau telah berminat terhadap dunia tulis-menulis dan menekuninya pada tahun 660 H saat baru berusia 30-an.

Dalam karya-karya beliau tersebut akan didapati kemudahan di dalam mencernanya, keunggulan di dalam argumentasinya, kejelasan di dalam kerangka berfikirnya serta keobjektifan-nya di dalam memaparkan pendapat-pendapat Fuqaha‘.
Buah karyanya tersebut hingga saat ini selalu menjadi bahan perhatian dan diskusi setiap Muslim serta selalu digunakan sebagai rujukan di hampir seluruh belantara Dunia Islam.
Di antara karya-karya tulisnya tersebut adalah ‘Syarh Shahih Muslim’, ‘al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab’, ‘Riyadh ash-Shalihin’, ‘ al-Adzkar’, ‘Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughat’ ‘al-Arba’in an-Nawawiyyah’, ‘Rawdhah ath-Thalibin’ dan ‘al-Minhaj fi al-Fiqh’.

Budi Pekerti dan SifatnyaPara pengarang buku-buku ‘biografi’ (Kutub at-Tarajim) sepakat, bahawa Imam an-Nawawi merupakan hujung tombak di dalam sikap hidup ‘zuhud’, teladan di dalam sifat wara’ serta tokoh tanpa tanding di dalam ‘menasihati para penguasa dan beramar ma’ruf nahi munkar’.

ZuhudBeliau hidup bersahaja dan mengekang diri sekuat tenaga dari kongkongan hawa nafsu. Beliau mengurangi makan, sederhana di dalam berpakaian dan bahkan tidak sempat untuk menikah. Kenikmatan di dalam menuntut ilmu seakan membuat dirinya lupa dengan semua kenikmatan itu. Beliau seakan sudah mendapatkan gantinya.
Di antara indikatornya adalah ketika beliau pindah dari lingkungannya yang terbiasa dengan pola hidup ‘seadanya’ menuju kota Damaskus yang ‘serba ada’ dan penuh glamour. Perpindahan dari dua dunia yang amat kontras tersebut sama sekali tidak menjadikan dirinya tergoda dengan semua itu, bahkan sebaliknya semakin menghindarinya.

Wara’Bila membaca riwayat hidupnya, maka akan banyak sekali dijumpai sifat seperti ini dari diri beliau. Sebagai contoh, misalnya, beliau mengambil sikap tidak mahu memakan buah-buahan Damaskus kerana merasa ada syubhat tentang kepemilikan tanah dan kebun-kebunnya di sana.
Contoh lainnya, ketika mengajar di Dar al-Hadits, beliau sebenarnya menerima gaji yang cukup besar, tetapi tidak sedikit pun diambilnya. Beliau justeru mengumpulkannya dan menitipkannya pada kepala Madrasah. Setiap mendapatkan jatah tahunannya, beliau membeli sebidang tanah, kemudian mewakafkannya kepada Dar al-Hadits. Atau membeli beberapa buah buku kemudian mewakafkannya ke perpustakaan Madrasah. Beliau tidak pernah mahu menerima hadiah atau pemberian, kecuali bila memang sangat memerlukannya sekali dan ini pun dengan syarat. Iaitu, orang yang membawanya haruslah diri yang sudah beliau percayai diennya.
Beliau juga tidak mahu menerima sesuatu, kecuali dari kedua orang-tuanya atau kerabatnya. Ibunya selalu mengirimkan baju atau pakaian kepadanya. Demikian pula, ayahnya selalu mengirimkan makanan untuknya.
Ketika berada di al-Madrasah ar-Rawahiyyah, Damaskus, beliau hanya mahu tidur di kamar yang disediakan untuknya saja di sana dan tidak mahu diistimewakan atau diberikan fasiliti yang lebih dari itu.

Menasihati Penguasa dalam Rangka Amar Ma’ruf Nahi MunkarPada masanya, banyak orang datang mengadu kepadanya dan meminta fatwa. Beliau pun dengan senang hati menyambut mereka dan berupaya seoptimal mungkin mencarikan solusi bagi permasalahan mereka, sebagaimana yang pernah terjadi dalam kes penyegelan terhadap kebun-kebun di Syam.
Kisahnya, suatu ketika seorang sultan dan raja, bernama azh-Zhahir Bybres datang ke Damaskus. Beliau datang dari Mesir setelah memerangi tentara Tartar dan berhasil mengusir mereka. Saat itu, seorang wakil Baitul Mal mengadu kepadanya bahawa kebanyakan kebun-kebun di Syam masih milik negara. Pengaduan ini membuat sang raja langsung memerintahkan agar kebun-kebun tersebut dipagari dan disegel. Hanya orang yang mengakui kepemilikannya di situ saja yang diperkenankan untuk menuntut haknya asalkan menunjukkan bukti, iaitu berupa sijil kepemilikan.
Akhirnya, para penduduk banyak yang mengadu kepada Imam an-Nawawi di Dar al-Hadits. Beliau pun menanggapinya dengan langsung menulis surat kepada sang raja. Sang Sultan gusar dengan keberaniannya ini yang dianggap sebagai sebuah kelancangan. Oleh kerana itu, dengan serta merta dia memerintahkan bawahannya agar memotong gaji ulama ini dan memberhentikannya dari kedudukannya. Para bawahannya tidak dapat menyembunyikan kehairanan mereka dengan menyeletuk, “Sesungguhnya, ulama ini tidak memiliki gaji dan tidak pula kedudukan, paduka !!”.
Menyedari bahawa hanya dengan surat saja tidak mampan, maka Imam an-Nawawi langsung pergi sendiri menemui sang Sultan dan menasihatinya dengan ucapan yang keras dan pedas. Rupanya, sang Sultan ingin bertindak kasar terhadap diri beliau, namun Allah telah memalingkan hatinya dari hal itu, sehingga selamatlah Syaikh yang ikhlas ini. Akhirnya, sang Sultan membatalkan masalah penyegelan terhadap kebun-kebun tersebut, sehingga orang-orang terlepas dari bencananya dan merasa tenteram kembali.

WafatnyaPada tahun 676 H, Imam an-Nawawi kembali ke kampung halamannya, Nawa, setelah mengembalikan buku-buku yang dipinjamnya dari badan urusan Waqaf di Damaskus. Di sana beliau sempat berziarah ke kuburan para syaikhnya. Beliau tidak lupa mendo’akan mereka atas jasa-jasa mereka sambil menangis. Setelah menziarahi kuburan ayahnya, beliau mengunjungi Baitul Maqdis dan kota al-Khalil, lalu pulang lagi ke ‘Nawa’. Sepulangnya dari sanalah beliau jatuh sakit dan tak berapa lama dari itu, beliau dipanggil menghadap al-Khaliq pada tanggal 24 Rajab pada tahun itu. Di antara ulama yang ikut menyalatkannya adalah al-Qadhy, ‘Izzuddin Muhammad bin ash-Sha`igh dan beberapa orang shahabatnya. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat-Nya yang luas dan menerima seluruh amal shalihnya. Amin.

(Diambil dari pengantar kitab Nuzhah al-Muttaqin Syarh Riyadh ash-Shalihin karya DR. Musthafa Sa’id al-Khin, et.ali, Jld. I, tentang biografi Imam an-Nawawiy)

Posting by Mohammad Nurdin

DAFTAR NAMA DAN ALAMAT HOTEL DI KABUPATEN CILACAP TAHUN 2010

ANGGREK HOTEL
melati
JL. ANGGREK NO. 16

ARAFAH HOTEL
melati
JL. JEND SUDIRMAN NO. 48

ARIMBI HOTEL
melati
JL. PERINTIS KEMERDEKAAN NO. 10

ASRI HOTEL
melati
JL. RAMBUTAN NO. 38

BHIMA INDAH HOTEL
melati
JL. BIMA NO. 105

BOROBUDUR HOTEL
melati
JL. DIPONEGORO NO. 52 MAJENANG

CILACAP INDAH HOTEL
bintang 1
JL JEND SUDIRMAN NO. 1

CIPTO ARUM HOTEL
melati
JL DR CIPTO NO. 94 RT 05 RW 01

DAMAI HOTEL
melati
JL. RAMBUTAN NO. 52 RT 06 RW 13

DELYMA HOTEL
bintang 1
JL JEND. SUDIRMAN NO. 3

GRAHA INDAH / GRAND HOTEL CILACAP
bintang 3
JL. DR. WAHIDIN NO. 5-15

GRIYA TIGA INTAN HOTEL
bintang 2
JL. RE. MARTADINATA NO. 192 B

HARNITA AGUNG HOTEL
melati
JL. GATOT SUBROTO NO. 88

HUSADHA HOTEL
melati
JL SIRKAYA NO. 25

IBNU SABIL HOTEL
melati
JL. TUGU TIMUR, SAMPANG

KEBON MANIS HOTEL
melati
JL. PERINTIS KEMERDEKAAN NO. 25

KENANGA INDAH HOTEL
melati
JL. KAPTEN SUYONO 40 MULYASARI

LIMA HOTEL
melati
JL NANGKA NO. 26

MARINA HOTEL
melati
JL BUDI UTOMO NO. 99

MEILIAS HOTEL
melati
JL. M. T. HARYONO NO. 71

MEKAR MULYA HOTEL
melati
JL JEND SUDIRMAN NO. 7 SIDAMULYA

MURNI HOTEL
melati
JL PASAR GEDE NO. 323

MUSLIM LOSMEN
melati
JL. JEND SUDIRMAN NO. 49

MUTIARA HOTEL
bintang 3
JL. GATOT SUBROTO NO. 136

NEW KENANGA INDAH HOTEL
bintang 1
JL. KAPTEN SUYONO NO. 41

NUSANTARA HOTEL
bintang 1
JL DR SUTOMO NO 31

PARADISE HOTEL
melati
JL. JEND A. YANI 63

PENI WIJAYA HOTEL
melati
JL JEND SUPRAPTO NO. 10 CILACAP

POJOK LOSMEN
melati
JL. PASAR NO.4

RAMAYANA HOTEL
melati
JL GATOT SUBROTO NO. 99 RT 004 RW 009

SANTI SANJAYA HOTEL
melati
JL LET JEND SUPRAPTO NO. 4 SIDANEGARA

SARASWATI HOTEL
melati
JL. DR. RAJIMAN NO. 5

SEDERHANA HOTEL
melati
JL FLORES NO. 89

SERAYU HOTEL
melati
JL RAYA KARANG KANDRI NO. 69 RT 03/III KESUGIHAN

SETIA HOTEL
melati
JL STASIUN NO. 11, BAJING KROYA

SIDODADI HOTEL
melati
JL HARIS MUNANDAR NO. 3, BAJING

SRANDIL HOTEL
melati
JL STASIUN NO. 54, BAJING KROYA

SRI RAHAYU HOTEL
melati
JL. KAPTEN SUYONO NO. 46, JENANG

SRIKANDI HOTEL
melati
JL. GATOT SOEBROTO NO. 78

SULTANA ADHI HOTEL
melati
JL KOL SUGIONO NO. 38 RT 04/RW05

TANJUNG PERMATA HOTEL
melati
JL. TANJUNG NO. 10 CILACAP

TELUK PENYU HOTEL
melati
JL. WAHIDIN NO. 43-57

TIGA HOTEL
jasa akomodasi lainnya
JL. MAYJEND. SUTOYO NO. 61 CILACAP

TJIPTORINI HOTEL
melati
JL. BUDI UTOMO NO 38 RT 06/09

WIJAYA INN
melati
JL PERINTIS KEMERDEKAAN NO 149 C

WIJAYA KUSUMA HOTEL
bintang 3
JL. JEND A. YANI NO. 12A

YULIAS HOTEL
melati
JL PEMINTALAN NO. 50 A

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Posting by Mohammad Nurdin

Senin, 14 November 2011

Mengenal Ashabul Hadist

Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti Kitab dan Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah. Tapi kita tidak mungkin mendengar sunnah dan pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantai para rawi). Dan sanad termasuk dalam Dien. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil Dien kalian. Sedangkan yang paling mengerti tentang sanad adalah Ashabulhadits. Maka dalam tulisan ini kita akan lihat betapa tingginya kedudukan mereka. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
“Allah membuat cerah (muka) seorang yang mendengarkan (hadits) dari kami, kemudian menyampaikannya.” (Hadits Shahih, H.R. Ahmad, Abu Dawud)

Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzahullah berkata : “Hadits ini adalah Shahih, diriwayatkan oleh : Imam Ahmad dalam Musnad 5/183,Imam Abu Dawud dalam As Sunan 3/322, Imam Tirmidzi dalam As Sunan 5/33, Imam Ibnu Majah dalam As Sunan 1/84, Imam Ad Darimi dalam As Sunan 1/86, Imam Ibnu Abi Ashim dalam As Sunan 1/45, Ibnul Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fabhilihi 1/38-39, lihat As Shahihah oleh Al ‘Alamah Al Albani (404) yang diriwayatkan dari banyak jalan sampai kepada Zaid bin Tsabit, Jubair bin Muth’im dan Abdullah Bin Mas’ud Radhiallahu 'Anhu”

Hadits ini dinukil oleh Beliau (Syaikh Rabi’) dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu Ahlil Hadits (Kedudukan Ahli Hadits), yaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu Bakar Ahmad bin Ali Al Khatib Al Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu Ashabil Hadits yang artinya “Kemuliaan Ashabul Hadits.” Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan kemuliaan dan ketinggian derajat Ahlul Hadits.

Demikian pula beliau juga menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka dalam membela Dien ini, serta menjaganya dari berbagai macam bid’ah. Diantara pujian beliau kepada mereka, beliau mengatakan : “Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai tonggak syariat. Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan bid’ah. Merekalah kepercayaan Allah Subhanahu wa Ta'ala diantara makhluk-makhluk-Nya, sebagai perantara antara Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan umatnya. Dan merekalah yang bersungguh-sungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka terang, keutamaan mereka merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka unggul, hujjah mereka tegas… .”

Setelah mengutip hadits di atas, Al Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan Bin Uyainah rahimahullah dengan sanadnya bahwa dia mengatakan : “Tidak seorangpun mencari hadits (mempelajari hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan karena ucapan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam" (Kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian, setelah meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam untuk memuliakan Ashabul Hadits, Beliau meriwayatkan hadits berikut :

“Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing,maka berbahagialah orang-orang yang (dianggap) asing.” (H.R. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnul Majah)

Syaikh Rabi’ berkata : “Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya 1/130, Imam Ahmad dalam Musnad-nya 1/398, Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya 5/19, Imam Ibnu Majah dalam Sunnah-nya 2/1319, dan Imam Ad Darimi dalam Sunan-nya 2/402.”

Setelah meriwayatkan hadits ini, Al Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas’ud Radhiallahu 'Anhu : “Mereka adalah Ashabulhadits yang pertama.” Kemudian meriwayatkan hadits :

“Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian firqah, semuanya dalam neraka kecuali satu.”

Syaikh Rabi’ berkata : “Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/332. Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/197, dan Hakim dalam Al Mustadrak 1/128. Lihat Ash Shahihah oleh Syaikh kita Al ‘Alamah Al Albani (203).”

Beliau (Al Khatib) kemudian mengucapkan dengan sanadnya sampai ke Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bahwa dia berkata : “Tentang golongan yang selamat, kalau mereka bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu siapa mereka.” (Hal. 13, Syaraful Ashhabil Hadits oleh Al Khatib). Kemudian Syaikh Al Khatib menyebutkan hadits tentang Thaifah yang selalu tegak dengan kebenaran :

“Akan tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong)mereka sampai datangnya hari kiamat.” (H.R. Muslim, Ahmad,Abu Dawud)

Syaikh Rabi’ berkata : “Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya 3/1523, Imam Ahmad dalam Musnad 5/278-279, Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/420, Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1/4-5, Hakim dalam Mustadrak 4/449-450, Thabrani dalam Mu’jamul kabir 76643, dan Ath Thayalisi dalam Musnad halaman 94 no.689. lihat Ash Shahihah oleh Al ‘Alamah Al Abani 270-1955.”

Kemudian berkata (Al Khatib Al Baghdadi) : Yazid bin Harun berkata : “Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka.” Setelah itu beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Mubarak, dia berkata : “Mereka menurutku adalah Ashabul Hadits.” Kemudian meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini bahwa mereka berkata : “Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits, Ahli Ilmu dan Atsar” (Hal. 14 - 15)

Demikianlah para ulama mengatakan bahwa Firqah Naajiah (golongan yang selamat) yaitu golongan yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah Manshurah), yaitu orang-orang yang asing (Ghuraba’) di tengah-tengah kaum Muslimin yang sudah tercemar dengan berbagai macam bid’ah dan penyelewengan dari Manhaj As Sunnah dan Ashabul Hadits.

Siapakah Ashabul Hadits ?
Hadits yang pertama yang kita sebutkan menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, yaitu mendengarkan Hadits kemudian menyampaikannya. Dengan demikian, mereka bisa kita katakan sebagai para ulama yang mempelajari Hadits, memahami sanad, meneliti mana yang Shahih mana yang Dha’if, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya. Merekalah pembela As Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam serta Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu yang kemudian dibawa Ahlulhadits ini. Seorang ahli fiqih tanpa ilmu hadits adalah Aqlani (rasionalis) dan Ahli tafsir tanpa ilmu hadits adalah ahli takwil.

Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (wafat 276 H) berkata : “…Adapun Ashabul Hadits, sesunggguhnya mereka mencari kebenaran dari sisi yang benar dan mengikutinya dari tempatnya."

Mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengikuti sunnah Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya (Hadits), baik itu di darat dan di laut, di Barat maupun di Timur. Salah seorang dari mereka bahkan mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk mencari berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung dari penukilnya (secara dialog langsung).

Mereka terus membahas dan menyaring berita-berita (riwayat-riwayat) tersebut sampai mereka memahami mana yang shahih dan mana yang lemah, yang nasikh dan yang manshuk, dan mengetahui dari kalangan fuqaha’ yang menyelisihi berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra’yu-nya), lalu memperingatkan mereka. Dengan demikian, Al Haq yang tadinya redup kembali bercahaya, yang tadinya kusam menjadi cerah, yang tadinya bercerai berai menjadi terkumpul.

Demikian pula orang-orang yang tadinya menjauh dari sunnah, menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat kepadanya, dan yang dulunya berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ” (Ta’wil Mukhtalafil Hadits dalam Muqaddimah)

Imam Abu Hatim Muhammad Ibnun Hibban bin Mu’adz bin Ma’bad bin Said At Tamimi (wafat 354 H) berkata : “…Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memilih sekelompok manusia dari kalangan pengikut jalan yang baik dalam mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk kepada mereka agar selalu taat kepada-Nya."

Allah indahkan hati-hati mereka dan memberikan pada lisan-lisan mereka Al Bayan (keterangan), yaitu mereka yang menyingkap rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah Rasul-Nya dengan menelusuri jalan-jalan yang panjang, meningggalkan keluarga dan negerinya, untuk mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid’ah).

Mereka mendalami sunnah dengan menjauhi ra’yu….”. Pada akhirnya beliau mengatakan : “Hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala memelihara Dien ini lewat mereka untuk kaum Muslimin dan melindunginya dari rongrongan para pencela. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan mereka sebagai imam-imam (panutan-panutan) yang mendapatkan petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka sebagai pelita malam di saat terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para Nabi dan orang-orang pilihan….” (Al Ihsan 1/20-23)

Imam Abu Muhammad Al Hasan Ibnu Abdurrahman bin Khalad Ar Ramhurmuzi (wafat 360 H) berkata : “Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan Hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul Hadits). Allah Subhanahu wa Ta'ala juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh aliran. Didahulukannya dia (Hadits) diatas semua ilmu serta diangkatnya nama-nama para pembawanya yang memperhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul Hadits) inti agama dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak mendapatkan keutamaan dan tidak berhak mendapatkan kedudukan yang tinggi, sedangkan mereka adalah penjaga-penjaga Dien ini atas umatnya…” (Al Muhadditsul Fashil 1-4).

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah Al Hakim An Nisaburi (wafat 405 H) berkata setelah meriwayatkan dengan sanadnya dua ucapan tentang Ahlul Hadits (yang artinya) : Umar bin Hafs bin Ghayyats berkata : Aku mendengar ayahku ketika dikatakan kepadanya : “Tidaklah engkau melihat Ashabul Hadits dan apa yang ada pada mereka ?” Dia berkata : “Mereka sebaik-baik penduduk bumi” dan riwayat dari Abu bakarbin Ayyash : “Sungguh aku berharap Ahli Hadits adalah sebaik-baik manusia. “ kemudian beliau (Abu Abdullah Al Hakim) berkata : “Keduanya telah benar bahwa Ashabul Hadits adalah sebaik baik manusia. Bagaimana tidak demikian? Mereka telah mengorbankan dunia seluruhnya di belakang mereka . Kemudian menjadikan penulisan sebagai makanan mereka, penelitian sebagai hidangan mereka, mengulang-ulang sebagai istirahat mereka….”

Dan akhirnya beliau mengatakan : “Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan kelezatan kepada sunnah. Hati-hati mereka diramaikan dengan keridhaan dalam berbagai keadaan. Kebahagiaan mereka adalah mempelajari sunnah. Hobi mereka adalah majelis-majelis ilmu. Saudara mereka adalah seluruh Ahlus Sunnah dan musuh mereka adalah seluruh Ahlul Ilhad dan Ahlul Bid’ah.” (Ma’rifatu Ulumul Hadits 1-4)

Berkata Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali tentang Ashabul Hadits : “Mereka adalah orang-orang yang menjalani manhaj para sahabat dan tabi’in, yang mengikuti mereka dengan ihsan dalam berpegang dalam kitab dan sunnah, dan menggigit keduanya dengan geraham meerka, mendahulukan keduanya da atas semua ucapan dan petunjuk, apakah itu dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik, ataukah sosial."

Oleh sebab itu , mereka adalah orang-orang yang mantap dalam dasar-dasar dan cabang-cabang Dien ini, sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan dan wahyukan kepada Rasul-Nya Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

Mereka tegak dalam dakwah, mengajak kepada yang demikian dengan sungguh-sungguh dan jujur dengan tekad yang kuat. Merekalah pembawa-pembawa ilmu Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan membersihkannya dari penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, dari kedustaan orang-orang yang bathil dan dari takwilnya orang-orang yang bodoh .

Oleh karena itu mereka selalu mengintai, memperhatikan setiap firqah-firqah yang menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidhah, Murji’ah, Qadariyyah, dan setiap firqaah yang menyempal dari manhaj Allah di setiap jaman dan setiap tempat. Mereka tidak peduli dengan celaan orang-orang yang mencela….

Beliau pun akhirnya menyebut mereka dengan sebutan golongan yang selamat (Firqatun Naajiah) yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (Thaifah Manshurah)
kemudian berkata : “Mereka setelah sahabat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dengan pimpinan mereka, Al Khulafaur Rasyidin, adalah para tabi’in. Di antara tokoh-tokoh mereka adalah :

  • Sa’id bin Musayyab (wafat setelah 90 H),
  • Urwah bin Zubair(wafat 94 H),
  • Ali bin Husain Zainal Abidin (wafat 93 H),
  • Muhammad Ibnul Hanafiyyah (wafat 80 H)
  • Ubaidillah bin Abdullah bin Umar (wafat 106 H),
  • Al Qasim bin Muhammad bin Muhammad bin abu bakar Ash Shiddiq (wafat 106 H),
  • Al Hasan Al Bashri (wafat 110 H),
  • Muhammad bin Sirrin (wafat 110 H),
  • Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H),
  • Muhammad bin Syihab Az Zuhri (wafat 125 H) ,
  • dan lain lain
Kemudian diantara tabi’ut tabi’in (pengikut tabi’in) tokoh-tokoh mereka adalah :

  • Imam Malik (wafat 179 H),
  • Al Auza’i (wafat 198 H),
  • Sufyan Ats Tsauri (wafat 161 H),
  • Sufyan bin Uyainah (wafat198 H),
  • Ismail bin Ulayyah (wafat 198 H),
  • Al Laits bin Sa’d (wafat 175 H),
  • Abu Hanifah An Nu’man (wafat 150 H) ,
  • dan lain-lain.

Setelah tabiut tabi’in adalah pengikut mereka, di antaranya :

  • Abdullah ibnu mubarak (wafat 181 H),
  • Waqi’ bin Jarrah (wafat 197 H),
  • Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (wafat 204 H),
  • Abdurrahman bin Mahdi (198 H),
  • Yahya bin Said Al Qattan (wafat 198 H),
  • Affan bin Muslim (wafat 219 H) ,
  • dan lain-lain.
Kemudian pengikut mereka yang menjalani manhaj mereka di antaranya :

  • Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H),
  • Yahya bin Main (wafat 233 H),
  • Ali Ibnul Madini (wafat 234 H),
  • dan lain-lain.
Kemudian murid-murid mereka seperti :

  • Al Bukhari (wafat 256 H),
  • Muslim (wafat 261 H),
  • Abu Hatim (wafat 277 H),
  • Abu Zur’ah (wafat 264 H),
  • Abu Dawud (wafat 275 H),
  • At Tirmidzi (wafat 279 H),
  • An Nasa’I (wafat 303 H),
  • dan lain-lain.

Setelah itu orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah :

  • Ibnu Jarir At Thabari (wafat 310 H),
  • Ibnul Khuzaimah (wafat 311 H),
  • Ad Daruquthni (wafat 385 H),
  • Ibnul Abdil Barr (wafat 463 H),
  • Abdul Ghani Al Maqdisi sdan Ibnul Qudamah (wafat 620 H),
  • Ibnu Shalih (wafat 743 H),
  • Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H),
  • Al Muzzi (wafat 743 H),
  • Adz Dzahabi (wafat 748 H),
  • Ibnu Katsir (wafat 774 H),
  • Dan ulama yang seangkatan di zaman mereka.

Kemudian yang setelahnya yang mengikuti jejak mereka dalam berpegang dengan kitab dan sunnah sampai hari ini. Mereka itulah yang kita sebut dengan Ashabul Hadits.

PEMBELAAN MEREKA TERHADAP AQIDAH
Sebagaimana telah disebutkan di atas, mereka adalah pembawa ilmu dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam Mereka membelanya dan membersihkannya dari penyelewengan, kedustaan dan takwil-takwil ahli bid’ah

Maka, ketika muncul ahli bid’ah yang pertama, yaitu Khawarij, Ali dan para Sahabat radhiallahu anhum bangkit membantah mereka, kemudian memerangi mereka dan mengambil dari Rasululah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam riwayat-riwayat yang menyuruh unntuk membunuh mereka dan mengkhabarkan bahwa membunuh mereka adalah sebaik-baik pendekatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (Lihat Mawaqifush Shahabah fi Fitnah Bab 3 Juz 2 hal 191 oleh Dr. Muhammad Ahmazun)

Ketika Syiah muncul, Ali Radhiallahu 'Anhu mencambuk orang-orang yang mengatakan dirinya lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar dengan delapan puluh kali cambukan. Dan orang-orang ekstrim di kalangan mereka yang mengangkat Ali Radhiallahu 'Anhu sampai kepada tingkatan Uluhiyyah (ketuhanan), dibakar deengan api. (Lihat Fatawa Syaikhul Islam)

Demikian pula ketika sampai kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu berita tentang suatu kaum yamg menafikan (menolak) takdir dan mengatakan bahwa menurut mereka perkara ini terjadi begitu saja (kebetulan), beliau mengatakan kepada pembawa berita tersebut : “Jika engkau bertemu mereka, khabarkanlah pada mereka bahwa aku berlepas diri (bara’) dari meerka dan mereka berlepas diri dariku ! Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau salah seorang mereka memiliki emas segunung uhud, kemudian diinfaqkan di jalan Allah, Allah tidak akan menerima daripadanya sampai dia beriman dedngan taqdir baik dan buruknya.” (H.R. Muslim 1/36)

Imam Malik pun ketika ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk, maka beliau berkata : “Dia menurut pendapat adalah kafir, bunuhlah dia !” Juga Ibnul Mubarak, Al Laits bin Sa’ad, Ibnun Uyainah, Hasyim, Ali bin Ashim, Hafs bin Ghayats maupun Waqi bin Jarrah sependapat dengannya. Pendapat yang seperti ini juga diriwayatkan dari Imam Tsauri, Wahab bin Jarir dan Yazid bin Harun. (Mereka semua mengatakan) : "Orang-orang itu diminta untuk taubat, kalau tidak mau dipenggal kepala mereka." (Syarah Ushul I’tikad 494, Khalqu Af’alil Ibad hal 25, Asy’ariyah oleh Al Ajuri hal. 79, dan Syarhus Sunnah/ Al Baghawi 1/187)

Rabi’ bin Sulaiman Al Muradi, sahabat Imam Syafi’i, berkata : “Ketika Haf Al Fardi mengajak bicara Imam Syafi’i dan ia mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk, maka Imam berkata kepadanya : “Engkau telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.”

Imam Malik pernah ditanya tentang bagaimana istiwa’ Allah di atas ‘Arsy-Nya, maka dia mengatakan : “Istiwa’ sudah diketahui (maknanya), sedangkan bagaimananya tidak diketahui. Dan pertanyaan tentang itu adalah bid’ah dan aku tidak melihatmu kecuali Ahli Bid’ah !” Kemudian (orang yang bertanya tentang itu) diperintahkan untuk keluar dan Beliau menegaskan bahwa sesungguhnya Allah itu di langit. Dan beliau pernah mengeluarkan seseorang dari majelisnya karena dia seorang Murji’ah. (Syarah Ushul I’tiqad 664)

Said bin Amir berkata : “Al Jahmiyyah lebih jelek ucapannya daripada Yahudi dan Nashrani dan seluruh penganut agama (samawi), telah sepakat bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala di atas Arsy-Nya, tapi mereka (Al Jahmiyyah) mengatakan tidak ada sesuatu pun di atas Arsy.” (Khalqu Af’alil Ibad Hal. 15)

Ibnul Mubarak berkata : “Kami tidak mengatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Dia (Allah) itu di bumi. Tetapi (kami katakan) Allah di atas Arsy-Nya ber-istiwa’.” Ketika ditanyakan kepadanya : “Bagaimana kita mengenali Rabb kita ?” Beliau berkata : “Di atas Arsy…Sesungguhnya kami bisa mengisahkan ucapan Yahudi dan Nashrani, tapi kami tidak mampu untuk mengisahkan ucapan Jahmiyyah.” (Khalqu Af’alil Ibad / Bukhari hal. 15 As Sunnah /Abdullah bin Ahmad bin Hambal 1/111 dan Radd Alal Jahmiyyah / Ad Darimi hal. 21 dan 184)

Imam Bukhari berkata : “Aku telah melihat ucapan Yahudi, Nashara dan Majusi. Tetapi aku tidak melihat yang lebih sesat dalam kekufuran selain mereka (Jahmiyyah) dan sesungguhnya aku menganggap bodoh siapa yang tidak mengkafirkan mereka kecuali yang tidak mengetahui kekufuran mereka.” (Khalqu Af’alil Ibad hal. 19)

Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad yang baik dari Al Auza’i bahwa dia berkata : “Kami dan seluruh tabi’in mengatakan bahwa sesungguhnya Allah di atas Arsy-Nya dan kami beriman dengan sifat-sifat yang diriwayatkan dalam sunnah.”

Abul Qasim menyebutkan sanadnya sampai ke Muhammad bin Hasan Asy Syaibani bahwa dia berkata : “Seluruh fuqaha’ (ulama) di timur dan di barat telah sepakat atas keimanan kepada Al Qur’an dan Al Hadits yang dibawa oleh rawi-rawi yang tsiqqah (terpecaya) dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tentang sifat-sifat Rabb Subhanahu wa Ta'ala tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa tafsir (takwil). Barangsiapa menafsirkan sesuatu daripadanya dan mengucapkan seperti ucapan Jahm (bin Sofyan), maka dia telah keluar dari apa yamg ada di atasnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, dan dia telah memisahkan diri dari Al Jama’ah karena telah mensifati Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sifat yang tidak ada.” (Syarah Usul I’tiqad ahlus Sunnah 740)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib Syafi’i dari Yunus bin Abdul A’la : Aku mendengar Imam Syafi’i berkata : “Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tidak seorangpun bisa menolaknya. Barangsiapa yang menyelisihinya setelah tetap (jelas) baginya hujjah, maka dia telah kafir. Adapun jika (menyelisihinya ) sebelum tegaknya hujjah, maka dia dimaklumi karena bodoh. Karena ilmu tentangnya tidak bisa dicapai dengan akal dan mimpi. Tidak pula dengan pemikiran. Oleh sebab itu, kami menetapkan sifat-sifat ini dan menafikkan tasybih sebagaimana Allah menafikkan dari dirinya sendiri.” (Lihat Fathul Bari 13/406-407)

Abu Isa Muhammad bin Isa At Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadits tentang Allah menerima sedekah dengan tangan kanannya (muttafaqun alaih), katanya : “Tidak hanya satu dari Ahli Ilmu (ulama) yang telah berkata tentang hadits ini dan yang mirip dengan ini dari riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah seperti turunnya Allah Subhanahu wa Ta'ala setiap malam ke langit dunia. Mereka semua mengatakan : Telah tetap riwayat-riwayat tentangnya , diimani dengannya , tidak menduga-duga dan tidak mengatakan “bagaimana”. Demikian pula ucapan seluruh Ahli Ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Demikianlah contoh ucapan-ucapan mereka dalam menjaga dan membela aqidah ini yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah. Al Khatib Al Baghdadi rahimahullah menukil dari Abu Hatim dari Abdullah bin Dawud Al Khuraibi bahwa Ashabul Hadits dan pembawa-pembawa ilmu adalah kepercayaan Allah atas Dien-Nya dan penjaga-penjaga atas sunnah Nabi-Nya, selama mereka berilmu dan beramal.

Ditegaskan oleh Imam Ats Tsauri Rahimahullah : “Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga dunia.” Ibnu Zura’i juga mengatakan : “Setiap Dien memiliki pasukan berkuda. Maka pasukan berkuda dalam Dien ini adalah Ashabul Asanid (Ashabul Hadits).”

Mereka memang benar. Ashabul Hadits adalah pasukan inti dalam Dien ini. Mereka membela dan menjaga Dien dari penyelewengan, kesesatan dan kedustaan orang-orang munafiqin dan Ahlul Bid’ah. Hampir semua Ashabul Hadits menulis kitab-kitab Ahlus Sunnah serta membantah aqidah dan pemahaman-pemahaman bid’ah yang dan sesat, baik itu fuqaha’ (ahli fikih) mereka, mufassir (ahli tafsir) mereka maupun seluruh ulama-ulama dari kalangan mereka (Ahlul Hadits). Semoga Allah memberi pahala bagi mereka dengan amalan-amalan mereka, dan memberi pahala atas usaha mereka yang sampai hari ini dirasakan manfaatnya oleh kaum Muslimin dengan ilmu-ilmu yang mereka tulis, riwayat-riwayat yang mereka kumpulkan dan hadits-hadits yang mereka periksa.

Akhirnya, marilah kita simak perkataan Imam Syafi’i rahimahullah ini : “Jika aku melihat seseorang dari Ashabul Hadits, maka seakan-akan aku melihat Nabi hidup kembali.” (Syaraf Ashabul Hadits hal. 26)

Diambil dari tulisan : Ustadz Muhammad Umar As Sewed dengan judul "Mengenal Para Imam Ahlussunnah (Ahli Hadits)"
Sumber : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=56

Posting b
y Mohammad Nurdin

Biografi Imam al-Layts bin Sa'd

Imam al-Layts bin Sa'd adalah seorang ulama fiqih yang memiliki kapasitas keilmuan setingkat imam-imam madzhab yang empat, bahkan ada para ulama yang mengunggulkannya atas imam Malik dari segi keilmuan. Sayang, tidak ada murid atau pengikut yang menyebarkan madzhab fiqihnya sehingga tidak berkembang seperti para imam madzhab yang empat.

Dari Lu’luah, pelayan khalifah Harun ar-Rasyid, ia berkata, “Terjadi silang pendapat antara Harun ar-Rasyid dan anak perempuan pamannya (sepupunya), Zubaidah yang telah menjadi isterinya. Harun berkata, ‘Kamu ditalak bila aku bukan termasuk ahli surga.’ Kemudian beliau menyesal atas ucapannya itu, lalu mengundang para ahli fiqih agar berkumpul guna memecahkan masalahnya. Setelah berkumpul dan berdiskusi, mereka pun berbeda pendapat bagaimana sebenarnya status sumpahnya tersebut. Khalifah Harun menulis surat kepada seluruh negeri agar menghadirkan para ulama terkemuka mereka ke istana. Tatkala mereka sudah berkumpul, ia menanyai mereka mengenai sumpahnya tersebut, yaitu “Kamu ditalak jika aku tidak masuk surga”. Mereka kembali berselisih pendapat, lalu tinggallah seorang ulama (syaikh) lagi yang belum berbicara dan berada di deretan paling akhir dari majelis tersebut. Beliau lah Imam al-Layts bin Sa’d. Ia berkata, ‘"Bila Amirul Mukminin mengosongkan majelisnya ini, aku bersedia berbicara dengannya." Lalu sang khalifah pun menyuruh para ulama yang ada disitu untuk meninggalkan majlis tersebut. Ia berkata lagi, ‘Saya mohon Amirul Mukminin didekatkan kepadaku.’ Maka ia pun mendekatinya. Syaikh yang ‘Alim ini berkata, ‘Apakah aku mendapatkan jaminan keamanan kalau berbicara.?” Amirul Mukminin menjawab, ‘Ya.’ Maka al-Layts memerintahkan agar dibawa kepadanya sebuah mushaf. Ketika mushaf itu sudah dihadirkan, ia berkata, ‘Tolong dibuka wahai Amirul Mukminin hingga surat ar-Rahman. Lalu bacalah.’ Sang khalifah membacanya dan tatkala ia sampai pada ayat, “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga” (QS.ar-Rahman:46) maka, al-Layts memerintahkan, ‘Tahan dulu, wahai Amirul Mukminin! Katakanlah, Wallaahi (Demi Allah).’ Ucapan syaikh ini membuat berat hati khalifah. Syaikh itu kembali berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, persyaratanku tadi adalah jaminan keamanan bukan.? (maksudnya, agar khalifah tidak mruka kepadanya atas permintaannya tersebut-red) Maka khalifah pun mengucapkan, ‘Wallaahi (Demi Allah),’ setelah itu berkatalah al-Layts, ‘Katakanlah, ‘Aku takut akan saat menghadap Tuhanku’ Maka khalifah menuruti perintah ulama langka itu dan mengulangi seperti apa yang diucapkannya. Al-Layts berkata lagi, ‘Wahai Amirul Mukminin, pahalanya dua surga bukan hanya satu surga.’!”

Periwayat mengatakan, “Lalu kami mendengar suara tepuk tangan dan luapan gembira di balik tirai. Maka berkatalah Harun ar-Rasyid, ‘Bagus apa yang kau putuskan itu.’ Lalu ia menghadiahi al-Layts dengan beberapa hadiah dan mengalokasikan honor untuknya.”

Ini merupakan sikap mulia yang menunjukkan indahnya ilmu di mana kebenaran dan etika sama-sama dijunjung tinggi.

Anda melihat bahwa Imam al-Layts mengetahui kemana arah fatwa, yaitu thalaq tersebut tidak jatuh bila ar-Rasyid adalah termasuk orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya. Ia juga melihat dirinya tidak boleh mengeluarkan fatwa begitu saja hingga syaratnya sudah kuat, yaitu takut kepada Allah Ta’ala. Dan ini dilakukan dengan cara meminta ar-Rasyid bersumpah hingga diri al-Layts merasa tenang bahwa fatwanya sudah benar. Ia juga meminta agar orang-orang yang ada di majlis dibubarkan dulu agar sumpah yang dimintanya dari ar-Rasyid tidak dilihat orang banyak, di samping agar ar-Rasyid tidak terpancing seperti yang ingin dilakukannya andaikata ia (al-Layts) tidak terlebih dahulu mengajukan persyaratan mendapatkan perlindungan darinya supaya dirinya bisa tentram. Jadi, fatwa yang dikeluarkan al-Layts tidak semata-mata spontanitas. Ia bersumber dari al-Qur’an itu sendiri, karena itu ia meminta al-Layts agar membaca ayat tersebut, “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga” (QS.ar-Rahman:46).

Maka tenanglah hati ar-Rasyid dengan hal itu dan tahulah ia bawha dirinya masih bisa mempertahankan isterinya secara halal dan sah berdasarkan nash yang pasti dari Kalamullah.

Ini tentunya merupakan anugerah Allah, yang dalam kebanyakan kondisi tidak terlepas dari adab yang bagus bagi orang yang mau berpikir dan memahami.

(SUMBER: Mi’ah Qishshah Wa Qishshah karya Muhammad Amin al-Jundi, Juz II, hal.40-42)
www.alsofwah.or.id
Posting by Mohammad Nurdin

Imam Bukhari

Nasab dan Kelahiran Beliau
beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Ja'fi Al Bukhari -rahimahullah- . Lahir pada bulan Syawwal tahun 194 H.

Guru-guru Beliau
Beliau banyak melakukan perjalanan dalam mencari hadits (ilmu) ke seluruh penjuru dunia. Beliau belajar hadits di Khurasan, Al Jibal, Iraq, Hijaz, Syam, Mesir dan lainnya. Diantara guru-gurunya adalah : Makki bin Ibrahim, Abdan bin Utsaman Al Muruzi, Abu 'Ashim Asy Syaibani, Muhammad bin Abdulloh Al Anshori, Muhammad bin Yusuf, Abu Walid Ath Thayalisi, ABdulloh bin Maslamah Al Qa'nabi, Abu Bakar Al Humaidi, Abdullah bin Yusuf, Abul Yaman,Ismail bin abu uwais, Muhammad bin Katsir, Khalid Al Mukhalid, Ali Ibnu Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in dan masih banyak lagi -rahimakumullah-
Beliau sering pergi ke baghdad dan mengajarkan hadits di sana.

Ibadah dan Muamalah Beliau
Bakar Abu Said berkata, "Ada seseorang yang membawakan barang dagangan kepada Muhammad bin Ismail (Al Bukhori), dan setelah Isya' berkumpullah beberapa pedagang untuk mengambil dagangan tersebut dengan memberi untuk 5000 dirham. Beliau menyetujui dan berkata kepada mereka," Pulanglah kalian malam ini," Pagi harinya datang para pedagang lain yang ingin mengambil dagangan tersbut dengan memberikan keuntungan 10000 dirham, namun beliau menolaknya dan berkata,"Saya sudah meniatkan untuk memberikan barang dagangan ini kepada para pedagang yang telah datang tadi malam, dan saya tidak senang membatalkan niat saya."
Bakar Abu Said juga berkata, "Pada suatu hari Muhammad bin Ismail merasa terganggu ketika sedang sholat. Selesai sholat dia berkata kepada para sahabatnya," Lihatlah ini ! apa yang menggangguku di waktu sedang sholat.!",Maka mereka melihatnya, ternyata lalat penyengat telah menyengat sebanyak 17 tempat, akan tetapi dia tidak memutuskan sholatnya. Tatkala para sahabatnya menanyakan mengapa tidak memutuskan sholat sejak awal, dia menjawab," Karena saya sedang sholat, saya lebih suka untuk menyempurnakannya."
Nasj bin Said berkata, "Ketika awal malam bulan ramadhan, para sahabat Al Bukhori berkumpul bersamanya. Beliau sholat bersama mereka dengan membaca 20 ayat setiap rakaat. Setiap waktu sahur beliau membaca Al Qur'an lebih dari sepertiganya, dan menghatamkannya selama 3 hari juga pada waktu sahur. Jika pda waktu tersebut beliau tidak menghatamkan, maka beliau sempurnakan/selesaikan pada waktu iftar (bebuka puasa) sambil berdoa."
Muhammad bin Yusuf berkata, "Pada suatu malam saya bersama Muhammad bin Ismail Al Bukhori di rumahnya. Saya menghitung dia bangun untuk menyalakan lampu lalu mudzakarah (menelaah) sesuatu ampai 18 kali, dan pada waktu sahur beliau melakukan sholat lain 13 rakaat dengan witir 1 rakaat."

Pujian Ulama kepadanya
Muhammad bin Abu Hatim mendengar Imam Al Bukhori berkata, "Tatkala masuk ke kota Bashrah, saya bermajelis dengan Muhammad bin Basyar, ketika keluar majelis, dia melihatku. Dia bertanya kepadaku,"Darimana kamu wahai pemuda?", Maka akupun menjawab," dari penduduk Bukhara.". Bagaimana kamu justru meninggalkan Abu Abdillah Al Bukhori dan tidak belajar kepadanya?," keluhnya. Maka para Sahabat Muhammad bin Basyar berkata kepadanya,"Semoga engkau merahmati engkau. Dialah Abu Abdillah (Al Bukhori ) itu." lantas Muhammad bin Basyar memegang tanganku dan memelukku. Kemudian beliau berkata," Selamat atas kedatangan orang yang besar lagi mulai yang telah kami tunggu sejak dua tahun lalu."
Muhammad bin Ishaq berkata, "Saya tidak melihat dibawah kolong langit ini yang lebih alim tentang hadits daripada Muhammad bin Ismail Abu Abdillah."
Abu Ja'far Abdullah bin Muhammad Al Ja'fi berkata, "Muhammad bin Ismail dalah seorang imam. maka barangsiapa yang tidak menjadikannya sebagai imam, maka ia pantas untuk dicurigai."

Kedalaman Ilmu Haditsnya
Para ulama dari berbagai negeri seperti Bashrah, Syam, Hjaz, dan Kufah menaruh hormat kepada Al bukhori. Pernah Imam Al Bukhori datang ke baghdad, dan kedatangannya didengar oleh para Ulama Ahlul Hadits, mereka berkumpul dan bersepakat untuk menguji Imam Bukhori dengan 100 hadits. Mereka membolak-balik matan (isi hadits) dan sanad (para periwayat hadits)nya. dan menyerahkan hadits yang sudah dibolak bailk tersebut kepada 10 orang, sehingga setiap orang mendapat jatah 10 hadits. Ketika hari yang sudah ditentukan untuk bermajelis telah tiba, datanglah para Ahli hadits baik dari Maghrib, Khurasan, Baghdad dan tempat lainnya. Tatkala suasana majelis sudah nampak tenang, mulailah salah seorang dari 10 orang tadi menyampaikan hadits yang telah dibolak balikkan itu, dan setiap selesai membacakan satu hadits dia bertanya kepada Imam Al Bukhori tentag hadits tersebut, maka Imam Al Bukhori menjawab, "Aku tidak tahu tentang hadits tersebut." lalu dibacakanlah lagi hadits berikutnya dan ditanyakan lagi kepadanya. Dia menjawab lagi "Tidak tahu." demikian sampai 10 hadits. para Ahli hadits yang hadir di majelis saling berpandangan satu sama lain dan berkata, "Jawaban al Bukhori itu menunjukkan dia orang yang lemah dan sedikit hafalan serta pemahamannya." lalu mulailah orang kedua, ketiga, kempat sampai selesai 10 orang yang membacakan semua hadits yang dibolak balik tadi sehingga mencapai 100 hadits. dan setiap ditanya tentang hadits yang dibacakan kepadanya, Imam bukhori tetap menjawab, "Saya tidak tahu hadits tersebut." Tidak lebih dari itu. Ketika Imam Bukhori mengetahui pembacaan hadits-hadits tersebut telah selesai, maka beliau menghadap kepada orang orang pertama yang membacakan hadits tadi dan berkata, "Adapun haditsmu yang pertama seperti itu maka yang benar begini, haditsmu yang kedua begitu, maka yang benar begini dan seterusnya sampai 10 hadits". Beliau mengembalikan matan dan sanad hadits yang telah dibolak balik sebagaimana semula. demikianlah yang diperbuat Imam Al Bukhori kepada 10 orang tersebut. Hingga manusia menetapkan kuatnya hafalan Imam Al Bukhori dan keutamaannya.

Majelis Imam Al Bukhori
Abu Ali Shalih bin Muhammad Al Bagdadi berkata bahwa ketika Muhammad bin Ismail menyampaikan hadits-haditsnya beberapa kali di baghdad, yang hadir pada setiap majelisnya lebih dari 20.000 orang. Perkataan serupa juga disampaikan Muhammad bin Yusuf.
Al Bukhori berkunjung ke Bashrah, dan berada di dalam Masjid jami', tatkala ada orang yang mengetahuinya, maka dia umumkan kedatangannya kepada penduduk Bashrah, mereka meminta kepadanya untuk membuah sebuah majelis ilmu. maka berkumpullah para penuntut ilmu termasuk orang-orang tua, para ahli fiqih, ahli hadits para huffazh hingga berjumlah ribuan orang, sehingga keluar ungkapan, "Telah hadir pada hari ini Sayyidul fuqoha" (penghulu para ahli fiqih).

Hikmah
Abu Sa'id Bakar bin Munir berkata bahwa Al Amir (penguasa) Khalid bin AHmad Adz Dzuhli mengirim utusan ke Bukhara kepada Muhammad bin Ismail agar mengajarkan kitab jami', At tarikh dan seterusnya (secara privat), Maka Muhammad bin Ismail berkata kepada utusan tersebut, "Sesungguhnya kami tidak merendahkan ilmu, dan tidak mengajarkan kerumah-rumah. Jika engkau membutuhkan ilmu tersebut maka datanglah ke masjid saya atau rumah saya, jika tidak, engkau dalah penguasa, mampu melarang saya untuk bermajelis, sehingga saya memiliki udzur di hadapan Alloh Azza wa Jalla pada hari kiamat. Karena saya tidak akan menyembunyikan ilmu, sebab Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda," barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lantas dia menyembunyikannya maka dia akan dikekang dengan tali kekang dari neraka."

Imam Bukhori berkata, "gerakan, suara dan tulisan mereka adalah makhluq, adapaun Al Qur'an yang dibaca, yang tetap dalam mushaf yang tertulis dan yang terjaga (dihafal) dalam hati, maka itu adalah kalam Allah dan bukan makhluq, Alloh Azza wa Jalla berfirman," Sebenarnya, Al Qur'an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang berilmu," [QS Al Ankabut 49]
Ibrahim bin Muhammad setelah penyelenggaraan jenazah Muhammad bin ismail berkata bahwa Shahibul Qishar kemarin bertanya kepada Muhammad bin Ismail, "Wahai Abu Abdillah, apa yang engkau katakan tentang Al Qur'an?' Beliau menjawab, "Al Quran adalah kalamulloh bukan makhluq" Kemudian aku (Ibrahim bin Muhammad ) berkata, "Manusia menyangka engkau mengatakan apa-apa yang terdapat dalam mushaf itu bukan Al Qur'an ! dan ayat-ayat yang berada di dalam dada-dada manusia juga bukan Al Qur'an." Maka beliau menjawab, "Astaghfirrullah, engkau bersaksi terhadap sesuatu yang tidak kau dengar dariku. Maka aku katakan sebagaiman firman Alloh Azza wa Jalla ," Demi Thur dan demi kitab yang tertulis." [QS Ath Thur 1-2]

Wafat beliau
Abdul Wahin bin Adam berkata, "Saya melihat Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam di dalam mimpi bersama para sahabatnya. beliau berhenti/berdiri pada suatu tempat. Aku mengucapkan salam kepada beliau dan beliaupun menjawab salamnya. Aku bertanya," Mengapa berhenti disini wahai Rosululloh?." Beliau menjawab," Aku menunggu Muhammad bin Ismail Al Bukhori." , Setelah beberapa hari maka datanglah kabar tentang kematian Imam Al Bukhari, dan tatkala saya perhatikan waktu kematian beliau, ternyata tepat saat aku bermimpi bertemu dengan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam".
Abul Hasan bin Salim berkata, "Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari meninggal pada malam sabtu malam idul fitri tahun 256 H."
Yahya bin Ja'far berkata, "Seandainya saya mampu untuk menambah usia Muhammad bin Ismail Al Bukhori, maka akan saya lakukan. Karena kematianku adalah kematian seorang biasa, namun kematian Al Bukhori adalah hilangnya ilmu."

Sumber : Al Fatawa vol 06/thII/1425 H
Referensi :
Tarikh Al Baghdad, karya Al Khatib Al baghdadi
Siyar A'lam An Nubala kaya Imam Adz Dzahabi


Posting by Mohammad Nurdin