Cari Blog Ini

Selasa, 27 Mei 2014

Antara Anak Panah dan Busurnya

Khalil Gibran (seorang penulis puisi asal Libanon, Timur Tengah) mengibaratkan seoarang anak sebagai anak panah sedangkan orang tua sebagai busurnya. Ini saya baca di ruang praktek dokter spesialis anak pada waktu saya memeriksakan anak saya.
Saya sependapat dengan pengibaratan tersebut. Saya sebagai orang tua berusaha mengarahkan anak saya meski hasilnya tidak ada jaminan tercapai. Kalau saya sampai saat ini belum bisa dibilang berhasil atau gagal. Anak terbesar saya kelas X (kelas 1 SLTA) dan yang terkecil masik TK. Tetapi saya belajar dari pengalaman teman-teman saya. Pengalaman adalah guru yang terbaik tetapi termahal. Lebih murah dan mudah belajar dari keberhasilan ataupun kegagalan orang lain sehingga kita menjadi berhasil.
Cerita 
Teman saya memiliki dua anak perempuan. Teman saya bekerja di BPS (Badan Pusat Statistik) dan berharap anaknya bisa masuk ke STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistik http://www.stis.ac.id). Itu menyebabkan teman saya mengarahkan atau agak sedikit memaksakan anak pertamanya agar masuk jurusan IPA pada waktu SMA). Dengan itu dia berharap anaknya bisa masuk dan diterima di STIS. Alasan teman saya berharap bisa diterima di STIS mudah dipahami. Pertama, STIS adalah sekolah gratis. Kedua, sudah kuliah gratis malah dikasih uang saku Ketiga, Dijamin bisa menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Jadi bekerja setelah kuliah sudah dijamin. Sebagai orang tua berarti sebagaian besar masalah teratasi seperti biaya kuliah dan pekerjaan setelah kuliah karena kalau lulus kuliah tetapi masih menganggur maka orang tua tetap puyeng.
Lalu apa kahir cerita ini. Ternyata anaknya malah memprotes. Anaknya tidak masuk STIS. bahkan mengatakan sesuatu yang mengagetkan dan membuat sang bapak tertegun, "Nasib saya suram karena bapak." Anak pertama teman saya sangat berharap bisa kuliah bahasa korea dan ingin seperti anak teman saya yang lain yang jago bahasa korea dan beberapa kali bolak-balik Indonesia - Korea.
Dari pengalaman teman saya itu dapat diambil kesimpulan bahawa keinginan baik orang tua bisa dianggap tindakan yang merugikan sang anak.
lalu bagaimana baiknya. Menurut saya yang terbaik adalah komunikasi. Saya terus menerus belajar berkomunikasi dengan anak-anak saya. Bagaimana keinginan mereka dan bagaimana pandangan saya. Satu hal yang sekarang saya tahu dan pernah saya baca ditulis dalam sebuah buku yaitu pernyataan "Tidak ada yang lebih keras kepala selain anak remaja."

Posting by Mohammad Nurdin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar