Oleh : Sari Ayutyas SST
Indonesia telah mengalami transisi demografi. Hal ini terindikasi dari hasil sensus penduduk tahun 2000 yang memberikan fakta keberhasilan program KB secara signifikan. Hasil SP2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di bawah 15 tahun tidak bertambah dari jumlah sekitar 60 juta di tahun 1970-1980an menjadi sekitar 63-65 juta saja. Berbeda halnya dengan penduduk usia 15-64 tahun yang pada tahun 1970 berjumlah sekitar 63-65 juta berkembang dua kali lipat pada tahun 2000 menjadi sekitar 133-135 juta. Fakta yang serupa juga ditunjukkan oleh hasil SP2010, penduduk usia 15-16 tahun pada tahun 2010 mencapai 157 juta jiwa meningkat sekitar 16 persen dari tahun 2000. Usia porduktif ini mendominasi 66 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2010. Adapaun transisi demografi yang ditandai dengan kenaikan dua kali lipat jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun), penundaan pertumbuhan penduduk usia muda (di bawah 15 tahun ) dan semakin sedikit jumlah penduduk usia tua (di atas 64 tahun) sebagaimana yang terlihat dari dua hasil Sensus Penduduk tersebut biasa dikenal sebagai Bonus Demografi (Demographic Devident).
Kondisi ini juga lazim disebut Jendela Kesempatan (Windows Of Oppurtunity) bagi suatu negara untuk melakukan akselerasi ekonomi dengan menggenjot industri manufaktur, infrastruktur, maupun UKM karena berlimpahnya jumlah angkatan kerja. Banyak negara menjadi kaya karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus demografinya untuk meningkatkan pendapatan per kapita negara.
Bagaimana Indonesia memaknai dan memanfaatkan Bonus Demografi yang ada? Jika melihat fakta yang ada, Indonesia diperkirakan akan mencapai puncak “bonus demografi” tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 pada gelombang pertama dan 2020-2030 pada gelombang bonus demografi kedua, artinya komposisi jumlah penduduk dengan usia produktif 15-64 tahun mencapai titik maksimal dibandingkan dengan penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Bonus demografi yang terjadi di Indonesia memberikan makna bahwa terdapat kenaikan jumlah angkatan kerja yang potensial. Namun perlu ditegaskan bahwa bonus demografi tidak memberikan dampak signifikan jika negara minim melakukan investasi sumber daya alam (human capital investment). Bonus demografi bisa berubah menjadi gelombang pengangguran massal dan semakin menambah beban anggaran negara. Keberhasilan dalam memanfaatkan jendela peluang ini tergantung bagaimana pemerintah Indonesia dapat mensinergikan bonus demografi yang diperoleh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Sebentar lagi BPS akan melakukan SP2020, bagaimana perkembangan bonus demografi? Kita nantikan hasil SP2020.
Sumber : Intern BPS
Posting by Mohammad Nurdin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar