Cari Blog Ini

Selasa, 13 Maret 2012

MUHAMMAD DALAM PERJANJIAN BARU - YANG DIMAKSUD DENGAN "ANAK MANUSIA" DALAM APOCALYPSE (WAHYU) ADALAH NABI MUHAMMAD SAW

BAB 20. YANG DIMAKSUD DENGAN "ANAK MANUSIA" DALAM APOCALYPSE (WAHYU) ADALAH NABI MUHAMMAD SAW

Dalam artikel saya terdahulu telah saya tunjukkan bahwa "Anak Manusia" yang diceriterakan dalam wahyu Yahudi bukanlah Jesus Kristus, dan bahwa Jesus tidak pernah mengasumsikan sebutan itu bagi dirinya sendiri, karena jika demikian maka beliau hanya akan menjadikan dirinya bahan tertawaan di mata para pendengarnya.
Hanya ada dua jalan yang terbuka baginya; mengingkari ramalan tentang Al Masih dan visi wahyu tentang Barnasha itu sebagai pemalsuan dan legenda saja, atau untuk menegaskan kebenaran wahyu itu dan sekaligus dirinya sendiri menggenapi ramalan ini sebagai "Anak Manusia," jika beliau itu benar pribadi yang menonjol itu. Untuk mengatakan: "Anak Manusia" itu datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani," (Matius xx. 28) atau "Anak Manusia itu akan diserahkan kepada Kepala Pendeta dan Para Ahli Taurat" (Ibid. xx. 18), atau "Anak Manusia datang sambil makan dan minum (anggur)" dengan para pendosa dan pemungut pajak (Ibid. xi. 18), dan pada saat yang sama mengaku bahwa dia adalah seorang pengemis yang hidup bersandarkan pada sedekah dan kemurahan orang lain, adalah sebuah penghinaan terhadap bangsa dan sentimen agamanya yang paling suci! Untuk menyombongkan diri bahwa dia adalah Anak Manusia dan telah datang untuk menyelamatkan dan memulihkan kembali biri-biri Israel yang hilang (Ibid. xviii. 11), tetapi telah harus menunda penyelamatan ini hingga Hari Pembalasan Akhir, dan bahkan kemudian dilemparkan ke dalam api yang abadi, adalah hanya membuat frustrasi bangsa yang tertindas itu (Israel) atas segala harapan; yang hanya mereka sendiri di antara semua bangsa di dunia ini telah mendapat kehormatan menjadi satu-satunya bangsa yang memeluk keyakinan dan agama dari Tuhan yang sejati; dan bangsa itu (terpaksa) harus mencela nabi-nabi dan wahyu-wahyu mereka.

Mungkinkah Jesus Kristus memakai gelar itu? Apakah pengarang keempat Injil itu orang-orang Ibrani? Dapatkah Jesus dengan sadar meyakini dirinya seperti apa yang dikemukakan dengan bohong oleh Injil-Injil itu atas dirinya? Dapatkah seorang Yahudi dengan sadar menulis ceritera yang demikian itu yang dengan sengaja ditulis untuk membingungkan dan menggagalkan harapan bangsa itu sendiri? Sudah barang tentu, bahwa tidak ada jawaban lain yang dapat diharapkan dari saya kecuali jawaban negatif atas semua pertanyaan itu. Tidak Jesus, dan tidak pula para apostel akan pernah ingin memakai gelar yang berlebih-lebihan semacam itu di antara suatu bangsa yang sudah mengenal betul siapa pemilik yang sah atas sebutan itu. Akan merupakan suatu hal yang sama (analogi) untuk meletakkan mahkota raja di atas kepala utusannya, sedang utusan ini tidak memiliki rakyat untuk memproklamirkan dirinya sebagai raja. Hal itu semata-mata akan menjadi suatu pengambil alihan secara gila atas hak dan privilege dari "Anak Manusia" yang sah. Dengan sendirinya, pengambil alihan yang tidak dapat dibenarkan itu pada pihak Jesus akan sama seperti penggunaan sebutan " Anak Manusia Palsu" dan Anti Kristus! Membayangkan perbuatan berani yang sama oleh Jesus Kristus yang suci membuat seluruh diri saya memberontak. Semakin banyak saya membaca Injil-Injil ini semakin saya menjadi yakin untuk mempercayai bahwa Injil-Injil itu adalah buah hasil karya para pengarang yang bukan bangsa Yahudi - setidak-tidaknya Injil dalam bentuk dan isinya yang sekarang ini. Injil-Injil ini adalah sebuah counterpoise -suatu hal yang mengubah keseimbangan - terhadap Wahyu-Wahyu Yahudi - terutama sebagai suatu counter-project terhadap Kitab-Kitab Sibyllian. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang Kristen bangsa Yunani yang tidak punya minat pada claim anak keturunan Ibrahim. Pengarang Kitab-Kitab Sibyllian meletakkan nama-nama tokoh Yunani Hermes, Homer, Orpheus, Pythagoras, dan lain-lainnya berdampingan dengan nama-nama nabi Yahudi Idris, Suleiman, Daniel, dan Ezra, dengan jelas untuk maksud mempropagandakan agama Ibrani. Kitab-kitab ini telah ditulis ketika Jeruzalem dan Kuilnya dalam keadan hancur, beberapa saat sebelum atau sesudah publikasi buku wahyu (apocalypse) santo Yohanes. Arti dari Wahyu Sibyllian adalah bahwa Anak Manusia (versi) Ibrani (Istilah "Ibrani" ini dalam pengertiannya yang luas dipakai untuk seluruh anak keturunan Ibrahim yang kemudian menggunakan nama-nama para leluhurnya yang bersangkutan, seperti kaum Ismaili, kaum Edomit, kaum Israel, dsb.) atau Al Masih akan datang untuk membinasakan kekuasaan Romawi dan mendirikan agama Tuhan yang sebenarnya untuk seluruh manusia.

Kita dapat membuat argumentasi yang kuat untuk membuktikan jati diri "Anak Manusia" sebagai Muhammad saw saja, dan kita akan membagi argumentasi itu sebagai berikut:
ARGUMENTASI DARI KITAB-2 INJIL, & DARI APOCALYPSE (WAHYU/RAMALAN)
Dalam pasal-pasal yang paling koheren dan berarti dari ceramah-ceramah Jesus di mana sebutan "Barnasha" atau "Anak Manusia" muncul, hanya Nabi Muhammad saw sajalah yang dimaksudkannya, dan hanya pada diri beliau saja seorang diri seluruh ramalan yang ada di dalamnya telah digenapi secara harfiah. Dalam beberapa pasal di mana Jesus dikirakan telah menggunakan gelar itu untuk dirinya sendiri, pasal itu menjadi tidak koheren, tidak bermakna sama sekali, dan seratus persen meragukan. Ambillah contoh misalnya pasal berikut: "Anak Manusia" itu datang sambil makan dan minum, dan mereka berkata, Lihatlah" (Matius xi. 19). Yahya Pembaptis adalah seorang yang sangat zuhud, beliau hanya memberi makan dirinya dengan air, belalang, dan madu liar; mereka mengatakan beliau itu seorang yang seperti setan (diabolical); tetapi "Anak Manusia" id est Jesus (?), yang makan dan minum anggur, dicap sebagai "teman dari pemungut pajak dan pendosa"! Mencerca seorang nabi karena puasanya dan kepantangannya adalah dosa kekafiran atau kebodohan yang besar. Tetapi mengecam seseorang yang mengaku sebagai Utusan Tuhan dengan terlalu sering ke pesta para pemungut pajak serta pendosa, dan sangat gemar akan anggur, adalah sangat wajar dan merupakan sebuah tuduhan yang sangat serius atas ketulusan orang itu yang bertindak sebagai penunjuk spiritual bagi manusia. Kita orang-orang Muslim, dapatkah kita percaya pada para Khwaja atau Mullah jika kita lihat mereka itu bergaul dengan para pemabuk dan pelacur? Dapat kah orang Kristen tahan terhadap kurator atau parson (sejenis pendeta) dengan kelakuan yang demikian itu? Pastilah tidak. Seorang penunjuk spiritual mungkin saja berkomunikasi dengan semua jenis pendosa untuk menyeru mereka kembali ke jalan yang benar, asalkan dia itu bersikap zuhud dan tulus. Menurut kutipan yang baru saja disebut itu, Kristus mengaku bahwa tingkah lakunya telah mencemarkan para pemimpin agama bangsanya. Benar, bahwa petugas dari kantor pajak itu, yang disebut "publican" dibenci oleh orang-orang Yahudi semata-mata karena jabatannya itu. Kita diberi tahu bahwa hanya ada dua "publicans" (Matthew dan Zacchaeus, - Matius ix. 9; Lukas xix. 1-11) dan satu "harlot" (pelacur) (Yohanes iv.) dan "possessed woman" atau seorang wanita yang telah dikuasai setan ( Mary Magdalena - Lukas viii. 2) yang telah berhasil di konversikan oleh Jesus; tetapi semua pendeta dan para ahli hukum dicap dengan kutukan dan kebencian (Matius xiii., dsb.). Semua ini nampak tidak baik dan suatu kemustahilan. Gagasan atau dugaan bahwa seorang Nabi Suci , begitu berpantang dan tidak berdosa seperti Jesus, gemar akan anggur, bahwa beliau telah merubah enam barel air menjadi anggur yang sangat memabukkan agar membuat gila sekelompok tamu yang sudah sedikit mabuk dalam suatu ruang pesta perkawinan di Cana, (Yohanes ii,.) praktis sama dengan menggambarkan beliau sebagai seorang penyaru dan penyihir! Bayangkanlah sebuah keajaiban yang dilakukan oleh sorang penyihir dihadapan sekelompok orang mabuk! Melukiskan Jesus sebagai seorang pemabuk, dan seorang yang tamak, dan seorang kawan dari orang yang tidak bertuhan, dan lalu memberikan nama pangilan kepadanya sebagai "Anak Manusia" adalah mengingkari seluruh nubuah Yahudi serta agamanya.

Lagi-lagi Jesus dilaporkan sebagai telah berkata:"Anak Manusia" datang untuk mencari dan memulihkan kembali apa yang telah hilang," (Matius xiii, 11; Lukas ix. 56; xix. 10, dsb.). Para ahli tafsir tentu saja telah menafsirkan pasal ini hanya dalam pengertian spiritual belaka. Demikian itulah misi dari tugas setiap nabi dan pendakwah agama untuk menyeru orang-orang yang berdosa untuk bertobat atas dosanya dan kejahatannya. Kita sangat mengakui bahwa Jesus hanya diutus untuk "anak domba Isarel yang hilang" untuk memperbaiki dan agar mereka meninggalkan dosa-dosanya; dan terutama untuk mengajar mereka dengan lebih nyata mengenai "Anak Manusia" yang akan datang dengan kekuasaan dan kekuatan serta penyelamatan untuk mengembalikan apa yang telah hilang dan untuk membangun kembali apa yang telah hancur; tidak, untuk menaklukkan dan membinasakan musuh-musuh dari orang-orang beriman sejati. Jesus tidak mungkin mengenakan pada dirinya sendiri sebutan apokaliptik "Barnasha," dan kemudian tidak mampu menyelamatkan rakyatnya kecuali Zacchaeus, seorang wanita Samaritan, dan beberapa dikit orang Yahudi lainnya, termasuk para Apostel, yang kebanyakannya kemudian telah dibunuh karena beliau. Yang paling mungkin mengenai apa yang Nabi Jesus katakan ialah: "Anak Manusia itu akan datang untuk mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Karena hanya pada Nabi Muhammad saw sendri sajalah orang-orang Yahudi yang beriman seperti halnya orang-orang Arab dan orang-orang beriman lainnya dapat menemukan semua apa yang telah hilang dan binasa yang tanpa dapat diketemukan kembali itu - Jeruzalem dan Mekkah, semua daerah yang dijanjikan; banyak sekali kebenaran-kebenaran mengenai agama sejati itu; kekuasaan dan kerajaan Tuhan; perdamaian dan rakhmat yang dibawa Islam kepada dunia ini serta pada kehidupan kemudian.

Kami tidak dapat menyita ruangan lagi untuk lebih banyak kutipan dari berbagai pasal di mana "Anak Manusia" itu dibicarakan dalam kapasitas sebagai subyek, atau obyek, atau predikat dalam kalimat. Namun satu kutipan lagi kiranya mencukupi, yaitu: "Anak Manusia" itu akan diserahkan ke tangan orang-orang (Matius xvi. 21; xvii. 12, dsb.), dan semua pasal di mana beliau sebagai subyek kegairahan dan kematian. Sebutan-sebutan demikian itu telah diletakkan pada mulut Jesus oleh beberapa penulis non Yahudi yang tidak terhormat dengan tujuan menyelewengkan kebenaran tentang "Anak Manusia" seperti dimengerti dan diyakini oleh orang-orang Yahudi, dan membuat mereka percaya bahwa Jesus dari Nazareth adalah Penyelamat apokaliptikal yang berjaya, namun hanya akan menampakkan diri pada Hari Pengadilan Akhir. Itu adalah sebuah kebijakan dan propaganda untuk menyeru dan kemudian membujuk, yang telah dibuat khusus untuk orang Yahudi. Namun penipuan itu terbuka kedoknya, dan orang-orang Yahudi yang Kristen itu tergabung dalam gereja yang meyakini Injil ini sebagai telah diungkapkan dengan kesucian. Karena tidak ada sesuatu apapun yang lebih menjijikkan bagi aspirasi nasional bangsa Yahudi dan sentimen keagamaan selain daripada menghadapkan kepada mereka Al Masih yang diharapkan itu, Barnasha yang agung, dalam pribadi Jesus yang Kepala Pendeta dan Tetua-Tetua telah mengutuknya untuk disalib sebagai perayu. Jelas sekali karena itu bahwa Jesus tidak pernah mengenakan gelar "Anak Manusia" itu; tetapi beliau telah menyediakan nama sebutan itu hanya bagi Nabi Muhammad saw. Inilah beberapa argumentasinya:

a. Nubuah-Nubuah Yahudi menggambarkan gelar-gelar "Al Masih" dan "Anak Manusia" semata-mata bagi Nabi Terakhir yang akan berperang melawan Kekuatan Hitam dan menghancurkan mereka, dan kemudian membangun Kerajaan Perdamaian dan Cahaya di atas bumi ini. Jadi kedua sebutan itu adalah sinonim; mengingkari salah satu daripada keduanya adalah sekaligus mengingkari claim tentang Nabi Terakhir. Nah kini terbaca oleh kita dalam Synoptic bahwa Jesus secara kategoris membantah dirinya sebagai Kristus dan melarang pengikutnya untuk menyatakannya sebagai "Al Masih"! Diceriterakan bahwa Simon Peter dalam menjawab pertanyaan Jesus: "Siapakah gerangan aku ini menurut engkau?" telah memberi jawaban: "Engkau adalah Kristus (Al Masih) Tuhan." (Lukas ix. 20) . Kemudian Kristus memerintahkan pengikutnya agar tidak mengatakan kepada siapapun bahwa dirinya adalah Kristus (Lukas ix. 21 mengatakan:"Dia mencelanya dan memerintahkan mereka untuk tidak mengatakan bahwa dia adalah Al Masih." Cf Matius viii. 30). St Markus dan St Lukas tidak mengetahui apapun tentang "kekuatan dari kunci-kunci" yang diberikan kepada Peter; mereka itu yang tidak ada di situ pada saat itu, telah tidak mendengar tentang hal itu. Yohanes tidak berkata apapun tentang perbincangan mesianik ini; mungkin dia telah melupakannya! St Matius menceriterakan (Lcc, cit., 21 - 28) bahwa ketika Jesus berkata kepada mereka agar tidak berkata bahwa dirinya adalah Kristus, Jesus menerangkan kepada mereka bagaimana beliah akan diserahkan dan dibunuh. Karena itulah Peter lalu memprotesnya dan mengingatkannya agar beliau tidak lagi mengulang kalimat-kalimat yang sama tentang emosi dan kematiannya. Menurut ceritera Matius ini, Peter benar sekali ketika dia berkata: "Guru, dijauhkanlah kiranya hal itu dari padamu!" Kalau seandainya hal itu benar bahwa pengakuannya "Engkau adalah Al Masih" telah menyenangkan hati Jesus, yang telah memberikan gelar "Sapha" atau "Cepha" kepada Simon Peter, maka menyatakan bahwa "Anak Manusia" itu harus merasakan derita kematian yang memalukan di atas salib adalah tidak lebih dan tidak kurang melainkan sebuah pengingkaran nyata atas sifat Mesianik dari "Anak Manusia" itu. Namun Jesus menjadi semakin positif dan mencela Peter dengan marah seraya berkata: "Enyahlah engkau dari hadapanku, setan!" Apa yang mengikuti cercaan keras ini adalah kalimat-kalimat sang Guru yang paling eksplisit, tidak meninggalkan sedikitpun keraguan bahwa beliau bukanlah "Al Masih" atau "Anak Manusia." Bagaimana kita harus merekonsili "keyakinan" Peter yang dihadiahi dengan gelar mulia "Sapha" dan kekuatan kunci-kunci Sorga dan Neraka, dengan "kekafiran" Peter yang dihukum dengan sebutan "setan" yang menghinakan, dalam jangka waktu kira-kira setengah jam? Beberapa renungan melintas dalam benak saya, dan saya merasakan itu sebagai kewajiban saya untuk menyatakannya dalam hitam dan putih. Jika Jesus itu "Anak Manusia" atau "Al Masih" seperti yang dilihat dan diramalkan oleh Nabi Daniel, Ezra, Enoch, dan beberapa nabi dan orang-orang suci Yahudi lainnya, pastilah beliau telah memberi kuasa kepada para pengikutnya untuk mengumumkan dan menyatakan beliau sedemikian rupa; dan beliau sendiri pastilah mendukungnya. Kenyataannya adalah bahwa beliau berbuat sebaliknya. Sekali lagi, seandainya beliau itu "Al Masih" atau "Barnasha", pastilah beliau sudah segera menghancurkan musuh-musuhnya dengan teror, dan dengan bantuan para malaikat yang tidak tampak telah membinasakan kekuasaan Romawi dan Persia, dan lalu menguasai dunia yang beradab. Tetapi beliau tidaklah berbuat hal semacam itu; atau seperti Nabi Muhammad saw, beliau (Jesus) pastilah telah merekrut panglima-panglima perang yang gagah berani seperti Ali, Omar, Khalid. dsb. dan bukan orang seperti Zebedees dan Jonah yang menghambur hilang seperti bayangan yang ketakutan ketika polisi-polisi Romawi datang untuk menangkap mereka. Ada dua pernyataan Matius yang tidak dapat direkonsilikan atau diperiksa kebenarannya (atau telah dikorupsi oleh para interpolator yang secara logis saling membinasakan. Dalam jangka waktu satu jam Peter adalah "batu karang keimanan" seperti dibanggakan oleh ummat Katholik, dan "setan kekafiran" sebagaimana diteriakkan oleh ummat Protestan! Mengapa demikian? Karena ketika dia mempercayai Jesus sebagai Al Masih dia memperoleh pujian atau hadiah; namun ketika dia menolak untuk mengakui bahwa sang guru bukanlah Al Masih maka dia dihukum! Tidak mungkin ada dua "Anak Manusia," yang satu adalah komandan orang-orang beriman, berjuang di jalan Tuhan dengan pedangnya, dan mencabut akar kemusyrikan serta kerajaannya; sedang yang lain sebagai seorang rektor kaum Ankorit yang miskin di tengah angkatan bersenjata, berjuang di jalan Tuhan dengan salib di tangan, menjadi syuhada secara memalukan oleh orang Romawi penyembah berhala dan Pendeta-Pendeta serta para Rabbi Yahudi yang tidak mempercayainya! "Anak Manusia" yang tangannya terlihat di bawa sayap Cherub oleh Nabi Ezekiel (Matius ii.), dan di hadapan singgasana Yang Maha Kuasa oleh Nabi Daniel (Matius vii,) dan digambarkan dalam apokalipse Yahudi lainnya tidaklah telah ditentukan nasibnya untuk digantung di bukit Golgotha, tetapi untuk mengubah singgasana raja kafir menjadi salib bagi mereka sendiri; untuk mengubah istana-istana mereka menjadi tentara, dan untuk menjadikan ibukota-ibukotanya sebagai kuburan . Bukan Nabi Jesus tetapi Nabi Muhammad saw yang mendapat kehormatan atas gelar "Anak Manusia"! Kenyataannya bahkan lebih jelas dan tegas daripada apokalipse dan visi (Nabi Ezekiel dan Nabi Daniel). Penaklukan secara material dan moral yang diperoleh oleh Nabi Muhammad saw Utusan Suci Allah atas musuhnya tidak ada yang dapat menandinginya.
 
b. "Anak Manusia" itu oleh Jesus disebut sebagai "Tuan (Lord) Hari Sabath" (Matius xii. 7)("Lord" dalam "Al Kitab" terbitan Lembaga Alkitab Indonesia 1996 diterjemahkan sebagai "Tuhan" dan bukan Tuan,- pen.) . Ini sungguh pantas untuk dicatat. Kesakralan hari ke tujuh adalah tema dari Hukum Musa. Tuhan menyelesaikan karya penciptaanNya dalam masa enam hari, dan pada hari ketujuh Dia beristirahat tidak berkarya. Laki-laki dan perempuan, anak-anak dan budak-budak, bahkan binatang piaraan harus berhenti kerja dengan ancaman mati. Perintah Keempat dari Sepuluh Perintah ("Decalogue" atau "Ten Commandments") memerintahkan orang-orang Israel: "Kalian harus mengingat hari Sabath untuk mensakralkannya." (Keluaran xx,). Siswa klas Injil mengetahui bagaimana Tuhan diceriterakan sebagai merasa iri atas ketaatan yang ketat terhadap Hari Istirahat. Sebelum masa Nabi Musa tidak ada hukum khusus atas hal ini; dan Patriarch yang pengelana (nomad) itu tampaknya telah tidak memperhatikan hal itu. Ada kemungkinan bahwa Hari Sabath Yahudi ini berasal dari Sabattu dari masa Babilonia. Al Qur'an menyanggah konsepsi Yahudi yang antropomorfis tentang Ketuhanan itu, karena hal itu sama saja dengan mengatakan bahwa seperti halnya manusia, Tuhan bekerja selama enam hari, menjadi lelah, berhenti bekerja dan beristirahat. Ayat suci dari Al Qur'an (50 : 38) berbunyi: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antaranya dalam masa enam hari; serta tidak ada kelelahan menimpa Kami". Gagasan Yahudi mengenai Hari Sabath telah menjadi terlalu material dan berbau tipuan. Hari itu telah berubah menjadi hari berpantang dan menahan diri, dan bukan yang seharusnya yaitu menjadi hari istirahat yang menyenangkan dan hari libur yang menggembirakan. Tidak ada masak memasak, tidak ada perjalanan, tidak ada kerja amal atau kebebasan yang diizinkan. Para pendeta di kuil akan membakar roti dan menghidangkan korban pada hari Sabath, tetapi mencela Nabi dari Nazareth ketika beliau secara ajaib menyembuhkan seorang laki-laki yang tangannya mengecil (Matius xii. 10-13). Atas hal ini Jesus berkata bahwa adalah Hari Sabath itu diciptakan untuk kebaikan manusia, dan bukannya manusia untuk kepentingan Hari Sabath. Sebaliknya daripada menjadikan Hari Sabath itu hari untuk beribadah dan kemudian sebuah hari libur untuk kesenangan yang tidak bernuansa maksiyat dan istirahat yang sesungguhnya, mereka telah menjadikan Hari Sabath itu suatu hari pemenjaraan dan kebosanan. Pelanggaran yang paling kecil dari prisep apapun dari Hari Ketujuh dihukum dengan lapidation atau jenis hukuman lainnya. Nabi Musa sendiri mengukum seorang miskin dengan lapidasi karena telah memetik beberapa stik dari tanah pada Hari Sabath; dan para murid Jesus dicerca karena telah memetik beberapa tangkai gandum pada Hari Sabath meskipun mereka itu lapar. Sangat nyata bahwa Jesus Kristus bukan seorang pengikut Sabath, dan tidak mematuhi tafsir secara harfiah atas aturan drakonik yang menyangkut Hari Sabath. Beliau menghendaki kemurahan hati atau amal baik dan bukannya pengorbanan. Bagaimanapun beliau tidak pernah berpikir untuk membatalkan Hari Sabath itu, tidak pula beliau telah memberanikan untuk berbuat demikian. Seandainya saja beliau memberanikan diri untuk memproklamirkan pembatalan hari itu atau menggantinya dengan hari Minggu, pastilah tanpa diragukan beliau akan ditinggalkan oleh para pengikutnya, dan segera pula dikeroyok dan dilempari batu. Namun beliau telah memperhatikan, demikian dikatakan, Hukum Musa pada judulnya itu. Sebagaimana kita telah belajar dari orang Yahudi yang ahli sejarah, Joseph Flavius, dan dari Eusebius dan lain-lainnya, James "saudara" Jesus adalah seorang dari kaum Ibionit yang ketat dan pemimpin dari orang-orang Yahudi yang beragama Kristen yang memperhatikan Hukum Musa dan Hari Sabath dengan segala keketatannya. Orang-orang Yunani yang beragama Kristen (Hellenistik) lambat laun telah menggantikan pertama-tama "Hari Tuhan" yaitu Minggu; namun orang-orang Kristen dari Gereja Timur sampai dengan abad keempat masih memperhatikan kedua hari itu. Kalau sekarang Jesus itu adalah "Tuan Hari Sabath" pastilah beliau telah merubah aturan yang keras itu atau sama sekali menghapusnya. Beliau tidak melakukan yang manapun dari keduanya. Orang-orang Yahudi yang mendengar beliau mengerti dengan sebenarnya bahwa beliau merujuk Al Masih yang diharapkan itu sebagai "Tuan ("Lord") Hari Sabath," dan karena itu mereka tetap tinggal diam. Redaksi dari Synoptic, seperti di tempat lain, telah menghilangkan beberapa kata (atau kalimat, pen.) Jesus bila saja "Anak Manusia" itu menjadi subyek pembicaraan Jesus, dan penghilangan kata ini telah menjadi sebab dari semua kegandaan arti atau ketidak jelasan arti, kontradiksi, dan kesalah fahaman. Kecuali jika kita mengambil Al Qur'an sebagai pedoman, dan Nabi Allah sebagai obyek dari Injil, semua upaya untuk menemukan kebenaran dan untuk sampai pada kesimpulan yang memuaskan akan berakhir dengan kegagalan. "The Higher Biblical Criticism" akan memandu anda sampai sejauh pintu gerbang dari kuil suci kebenaran, dan di sanalah berhenti, dilanda kekaguman dan ketidak percayaan. Panduan itu tidak membukakan pintu untuk masuk ke dalam dan meneliti dokumen-dokumen abadi yang tersimpan di dalamnya. Semua penelitian dan pengetahuan yang dipertunjukkan oleh ahli-ahli kritik yang "tidak berpihak" itu, apakah itu para pemikir liberal, para rasionalis, atau penulis-penulis terkemuka, betapapun, adalah terasa dingin yang menyesakkan, skeptis dan mengecewakan. Belakangan saya membaca karya penulis Perancis Ernest Renan "La vie de Jesus, Saint Paul, dan L'Antichrist. Saya merasa kagum atas luasnya karya itu, yang kuno dan yang modern, yang telah dia teliti; dia mengingatkan saya pada Gibbon dan yang lainnya. . Namun, apakah kesimpulan daripada riset dan studi mereka yang luas sekali itu? NOL atau negasi. Dalam lapangan ilmu pengetahuan keindahan alam ditemukan oleh para positifis; tetapi dalam lapangan agama kaum positifis itu memporak perandakan agama dan meracuni sentimen keagamaan pembacanya. Jika para ahli kritik terpelajar ini mengambil semangat dari Al Qur'an sebagai pedoman mereka dan Nabi Muhammad saw sebagai penggenapan harfiah, moral dan praktis terhadap Hukum Suci, riset mereka pasti tidak begitu mengecewakan dan merusak. Orang yang religius menginginkan agama yang yang nyata (riil) dan bukan yang ideal; mereka menginginkan "Anak Manusia" yang akan mencabut pedangnya dan berbaris di depan tentaranya yang gagah berani untuk menghancurkan musuh Tuhan dan untuk membuktikan dengan perkataan dan perbuatan bahwa dia adalah "Tuan Hari Sabath" dan untuk sekaligus menghapuskannya karena orang-orang Yahudi telah menyalah gunakan hari itu, seperti halnya orang Kristen menyalah gunakan "Kebapakan" Tuhan. Nabi Muhammad saw melaksanakan semua hal tersebut ! Seperti telah sering saya ulangi dalam halaman-halaman ini, kita hanya dapat mengerti kitab-kitab suci yang telah banyak dikorupsi ini bila kita lakukan penetrasi dengan bantuan Al Qur'an, ke dalam pernyataan-pernyataan yang enigmatik dan kontradiktif, dan baru kemudian kita bisa menyaring dengan saringan kebenaran dan memisahkan yang asli dengan yang palsu. Misalnya, ketika berbicara tentang para pendeta terus menerus mengaburkan Sabath di kuil-kuil, dilaporkan bahwa Jesus telah berkata: "Perhatikanlah, ini adalah sesuatu yang lebih besar dari kuil" (Matius xii.6). Saya tidak bisa menduga arti dari adanya kata keterangan tempat "di sini" (here) dalam kalimat itu, kecuali jika kita berikan dan kaitkan sebuah tambahan huruf "t" kepadanya dan berbunyi "there" atau "di sana ada". Karena jika Jesus atau nabi lainnya sebelum beliau berani untuk menyatakan dirinya "lebih besar daripada kuil," pastilah dia segera akan digantung atau dilempari dengan batu oleh orang-orang Yahudi sebagai seorang "penghujat" kecuali jika dia bisa membuktikan dirinya sebagai "Anak Manusia" yang dibekali dengan kekuasaan dan kemuliaan seperti halnya Nabi Allah. Penghapusan hari Sabtu oleh Pangeran dari para Nabi - Nabi Muhammad saw - disebutkan dalam surah 62 Al Jumu'ah. Sebelum masa Nabi Muhammad saw hari Jumu'ah itu oleh orang Arab disebut "A'ruba" sama dengan dalam Pshitta yang dalam bahasa Syriac "A'rubta" dari bahasa Aramiah "arabh" "tenggelam (matahari)" Hari itu disebut demikian karena sesudah matahari tenggelam pada hari Jumu'ah maka mulailah hari Sabath. Alasan yang diberikan untuk kesakralan hari Sabtu adalah bahwa pada hari itu Tuhan "jedah" dari karya penciptaan. Tetapi seperti dengan mudah dapat dilihat, ada dua alasan untuk memilih hari Jumu'ah . Yang pertama, karena pada hari itu karya agung penciptaan, atau pembentukan universal dari semua dunia yang tidak terhitung banyaknya, mahluk dan benda yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, planit, dan kuman-kuman telah disempurnakan. Ini ialah peristiwa pertama yang menginterupsi keabadian, ketika waktu, ruang, dan benda (matter) berubah menjadi sesuatu (being). Peringatan atau perayaan untuk memperingati, dan kesakralan peristiwa yang mengagumkan pada hari di mana penyempurnaan itu terselesaikan adalah adil, masuk akal, dan bahkan perlu. Alasan kedua, adalah bahwa pada hari ini do'a dan pemujaan diselenggarakan oleh orang-orang yang beriman dengan kesepakatan bersama, dan untuk alasan inilah hari itu disebut "jum'ah" yaitu kongregasi atau majlis atau pertemuan; ayat suci mengenai hal ini memberikan karakteristik pada kewajiban kita pada hari Jumu'ah sebagai: "Wahai orang -orang yang beriman, apabila diseru untuk sholat di hari Jumu'ah, bergegaslah dalam mengingat Allah dan tinggalkanlah perdagangan, dsb." (Q. 62 : 9). Orang-orang yang beriman diseru untuk bergabung dalam beribadah kepada Yang Maha Suci bersama-sama dalam satu Rumah yang diperuntukkan beribadah kepadaNya, dan untuk meninggalkan pada saat itu semua pekerjaan yang memberi keuntungan (perdagangan); namun seusai sholat Jumu'ah itu mereka tidak dilarang untuk meneruskan pekerjaannya masing-masing. Seorang Muslim sejati menyembah Sang Pencipta (sholat) sebanyak lima kali dalam masa dua puluh empat jam dengan penuh keikhlasan. 
c. Kita telah membuat beberapa catatan mengenai pasal-pasal dalam St Matius (xviii. 11) di mana misi dari "Anak Manusia" adalah untuk "mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Ini adalah nubuah lain yang penting mengenai Nabi Muhammad saw, atau Barnasha apokaliptikal - meskipun tanpa diragukan hal itu telah dikorupsi dalam bentuk. "Hal-hal yang hilang" yang akan dicari oleh Barnasha dan dipulihkan kembali ada dalam dua kategori, religius dan nasional. Marilah kita teliti secara rinci:

1. Misi dari Barnasha adalah untuk mengembalikan kemurnian dan universalitas agama Nabi Ibrahim yang telah hilang. Seluruh orang dan suku keturunan bapak orang beriman itu harus dibawa masuk ke dalam lingkup "Agama Damai" yang tidak lain ialah "Dina da-Shlama," atau agama Islam. Agama Nabi Musa adalah bersifat nasional dan khusus, dan karenanya kependetaan yang turun temurun, pengorbanan-pengorbanan Levitikal dan ritual yang berlebih-lebihan (penuh kepongahan), Hari Sabath, jubilee dan festival, dan semua hukum serta kitab-kitab suci yang telah dikorupsi harus dihapuskan dan diganti dengan yang baru yang memiliki sifat universal, kekuatan, dan ketahanan. Nabi Jesus adalah seorang Yahudi; beliau pasti tidak telah mewujudkan karya yang begitu raksasa dan mengagumkan, karena secara material adalah tidak mungkin baginya untuk melakukan hal itu. Beliau berkata: "Saya datang bukan untuk merubah hukum atau para nabi," (Matius v. 17-19). Di pihak lain, kemusyrikan, dengan segala praktek pelbegu (pagan), takhayul, dan sihir, yang bangsa-bangsa Arab sangat tergila-gila pada hal-hal tersebut, sama sekali harus dikikis habis semuanya, dan Keesaan Allah serta Ketunggalan agama harus dipulihkan kembali di bawah bendera Utusan Allah atau Rasul Allah yang memuat Inskripsi Suci: "Saya bersaksi bahwa tidak ada sesuatu apapun yang patut disembah kecuali Allah; dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah." 

2. Unifikasi dari bangsa-bangsa keturunan Nabi Ibrahim, dan para kawula mereka harus dipulihkan kembali dan terwujud. Dari catatan-catatan yang banyak dikorupsi, mementingkan diri, dan sinting tanpa bisa dibenarkan yang terdapat dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani terdapat bias yang tidak pandang bulu yang mereka perlakukan terhadap orang non-Yahudi. Mereka tidak pernah merasa hormat terhadap keturunan lainnya dari nenek moyang besar Nabi Ibrahim; dan rasa antipati ini dipertunjukkan terhadap kaum Ismail, Edom, dan suku-suku Ibrahim lainnya bahkan ketika Israel telah menjadi penyembah berhala yang paling buruk dan kafir. Adanya kenyataan bahwa di samping Nabi Ibrahim dan Ismail ada kira-kira tiga ratus sebelas budak pria dan para pejuang yang ada dalam barisannya telah dikhitan (Kejadian/Genesis) adalah sebuah argumen yang dapat dipaksakan tanpa dapat dikirakan atas sikap orang Yahudi terhadap bangsa sepupu mereka. Kerajaan Daud hampir tidak memperluas batas-batas teritorialnya di luar daerah yang dalam masa pemerintahan Kekaisaran Ottoman hanya merupakan dua provinsi (Vilayets). Dan "Anak Daud" yang dinantikan oleh orang Yahudi dengan membawa atribut "Al Masih terakhir" mungkin bisa atau mungkin tidak bisa menduduki bahkan kedua provinsi tersebut; dan di samping itu, bilakah dia akan datang? Dia seyogyanya datang untuk menghancurkan "Binatang" Romawi. Ternyata "Binatang" itu hanya dimusnahkan dan dibunuh oleh Nabi Muhammad saw! Apalagi yang diharapkan? Ketika Nabi Muhammad saw, Barnasha apokaliptikal itu, mendirikan Kerajaan Damai (Islam), sebagian besar orang Yahudi di Arabia, Syria, Mesopotamia, dsb. dengan sukarela segera berdatangan kepada gembala agung manusia ketika beliau menampakkan diri dengan pukulan maut yang beliau pukulkan kepada dedengkot kemusyrikan ("Brute" of paganism). Nabi Muhammad saw mendirikan Persaudaraan yang universal, yang nukleus-nya tentulah keluarga Nabi Ibrahim, termasuk dalam anggota keluarganya adalah orang-orang Persia, Turki, Cina, Negro, Jawa, India, Inggris, dsb., keseluruhannya membentuk suatu "Ummat" atau "Umtha da-Shlama," yaitu The Islamic Nation!
 
3. Kemudian pemulihan kembali tanah yang dijanjikan, termasuk tanah Kanaan dan semua teritori dari lembah sungai Nil hingga Efrat, dan lambat laun perluasan Kerajaan Allah dari Samodera Pasifik hingga pantai Timur Atlantik, adalah penggenapan yang ajaib dan mengagumkan dari seluruh nubuah mengenai Anak Manusia Yang Paling Suci dan Paling Agung!
Dengan mengingat karya yang mengagumkan yang dicapai oleh Nabi Muhammad saw untuk Satu Tuhan Sejati, kurun waktu yang singkat yang beliau perlukan, serta para sahabatnya yang pemberani dan setia dalam mencapai semua itu, serta akibat yang tidak mungkin bisa dihapuskan yaitu bahwa karya dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad saw telah meninggalkan atas semua kerajaan dan para pemikir kemanusiaan hanya satu keinginan yaitu untuk melihat beliau bersinar dalam kemuliaan yang berlipat ganda di hadapan Singgasana Yang Maha Abadi seperti telah disaksikan oleh Nabi Daniel dalam visinya, karena orang tidak bisa mengetahui penghormatan apa yang harus diberikan kepada Nabi Arabia ini!
bersambung ...

Diambil dari :
"WHAT EVERY CHRISTIAN AND JEW SHOULD KNOW"
Oleh :
PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D.
Alih Bahasa Oleh :
H.W. Pienandoro SH

Sumber :
website milik HIRA AL KAHFI dengan alamat :
http://www.mosque.com/goodial.html

Versi CHM diambil dari situs :
http://www.pakdenono.com

Posting by Mohammad Nurdin

1 komentar:

  1. Juru Selamat atau Messias atau Al Masih memang hanya Isa Ibnu Maryam atau Yesus tetapi yang Memuji, menyaksikan dan Membenarkan adalah Rasulullah Muhammad Saw. Kedua "Pribadi" ini memang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Isa tanpa Muhammad adalah "Kafir" atau berdosa sedangkan Muhammad tanpa Isa adalah "Zalim" atau sesat. Ibarat sebuah "POHON", Isa adalah "POKOK" pohon dan Muhammad adalah "TUNAS" pohon. Bayangkan seandainya ada pohon TANPA "POKOK" ataupun pohon TANPA "TUNAS". Kemudian selain itu kita bisa melihat SIAPA "PRIBADI" dibalik kedua TOKOH SUCI tersebut ? Ternyata keduanya di"TOKOHI" oleh "PRIBADI" yang sama yaitu MALAIKAT JIBRIL Alaihisalam. Isa adalah "RUH" yang diperkuat oleh Ar Ruhul Al Quddus dan Muhammad diturunkan wahyu kepadanya melalui perantara yaitu MALAIKAT JIBRIL. Ar Ruhul Al Quddus dan MALAIKAT JIBRIL adalah pribadi yang "SAMA". Bukti yang lain adalah Isa mempunyai "GAMBAR" sedangkan Muhammad tidak mempunyai "GAMBAR". Kalau boleh tau seperti apa atau bagaimanakah "WAJAH" sebenarnya Rasulullah Muhammad ? Namun sebaliknya Kitab Suci manakah yang lebih "MURNI" dan terjamin "KEASLIANNYA", Injil atau Al Quran ? Akan sangat "SEMPURNA" apabila "PEMILIK" wajah Isa sedang membawa Al Quran....Wa'allahu bi showab, wassalam.

    BalasHapus